Banda Aceh (Waspada Aceh) – Penyidik Subdit 2 Tindak Pidana Fismondev Ditreskrimsus Polda Aceh menahan dua mantan pimpinan bagian kredit PT Bank Mandiri KCP Bener Meriah berinisial W, 36, dan AW, 35, diduga telah melakukan tindak pidana perbankan.
Dirreskrimsus Polda Aceh Kombes Winardy, melalui Kasubdit Fismondev AKBP Supriadi mengatakan, kedua tersangka itu ditahan karena terlibat dalam kasus tindak pidana perbankan pada proses pemberian kredit topengan/ tempilan yang terjadi pada PT Bank Mandiri KCP Bener Meriah sejak Agustus 2018 sampai Juni 2019.
Dalam kasus tersebut, penyidik juga telah mengamankan barang bukti berupa 16 dokumen fasilitas Kredit Serbaguna Mikro (KSM) non-payroll (unsecured), 16 eks kartu karpeg, kartu taspen, SK pertama dan SK terakhir atas nama 16 debitur.
Kemudian, 16 eks print rekapan memo sistem Loan Origination System (LOS) mikro PT. Bank Mandiri (persero) Tbk. yang terdiri dari 16 debitur, satu buah flashdisk merk Vandisk 4GB yang berisi rekaman perjanjian KSM dalam LOS mikro atas nama 16 debitur.
Selain itu juga diamankan enam buku tabungan Bank Mandiri atas nama enam debitur dan empat lembar Surat PT. Bank Mandiri retail credit operations group kepada PT. Asuransi Purna Artanugraha perihal permohonan pengajuan klaim penjaminan kredit.
Supriadi menjelaskan, kasus tersebut bermula pada Agustus 2018-Juni 2019 saat tersangka W, selaku pimpinan bagian Kredit atau Penyelia Unit dan tersangka AW selaku Mikro Kredit Sales (MKS) memproses fasilitas kredit terhadap 16 calon debitur, yang semuanya merupakan PNS Pemkab Aceh Tengah. Semua calon debitur tersebut juga merupakan debitur pada PT Bank Aceh Syariah Cabang Takengon.
“Tersangka W dan AW membujuk calon nasabah untuk mengambil fasilitas kredit pada PT Bank Mandiri pada KCP Bener Meriah Unit MMU Bener Meriah 1 dengan janji akan dipermudah pengurusan dan uangnya akan digunakan untuk take over kredit pada PT Bank Aceh Syariah. Sedangkan sisanya akan diberikan kepada debitur,” kata Supriadi, dalam keterangannya, Rabu (24/7/2024).
Padahal, berdasarkan ketentuan, proses pemberian fasilitas kredit serbaguna mikro non-payroll, calon debitur diwajibkan melampirkan persyaratan asli berupa, SK CPNS 80 persen, SK Pengangkatan PNS 100 persen, SK Pangkat/Golongan terakhir.
Kemudian, kartu tsspen, kartu pegawai, foto copy KTP, foto copy Kartu Keluarga (KK), foto copy NPWP, fotocopy slip gaji, fotocopy sertifikasi guru (jika ada), pas foto, meterai, surat rekomendasi, surat keterangan gaji, surat kuasa pemotongan gaji, dan foto copy daftar gaji.
Namun, sambung Supriadi, dikarenakan ke 16 calon debitur tersebut adalah penerima fasilitas kredit pada PT Bank Aceh Syariah, persyaratan administrasi tersebut diganti dengan dokumen foto copy. Nantinya setelah kredit dicairkan dan PT Bank Mandiri melakukan take over ke PT Bank Aceh, baru persyaratan administrasi milik debitur akan diserahkan kepada PT Bank Mandiri Cabang Takengon sebagai jaminan kredit.
Kemudian, persyaratan lain berupa surat rekomendasi, surat keterangan gaji, dan surat kuasa pemotongan gaji yang seharusnya dibuat oleh bendahara dinas, dipalsukan oleh W dan AW. Sehingga hasil verifikasi oleh tim Loan Origination System (LOS) dinyatakan syarat administrasi telah terpenuhi untuk dilakukan pencairan kredit.
Setelah proses kredit 16 debitur disetujui dan dicairkan, kemudian ditarik oleh masing-masing debitur yang didampingi oleh tersangka W dan AW. Setelah ditarik, sebagian diserahkan oleh debitur kepada tersangka untuk keperluan take over pembiayaan di PT Bank Aceh Syariah, sisanya diambil untuk debitur.
“Namun, oleh tersangka W tidak melakukan take over dan uangnya digunakan untuk tersangka W, sehingga dokumen persyaratan pembiayaan milik debitur masih berada pada PT Bank Aceh Syariah,” jelasnya.
Untuk menutupinya, tersangka W memalsukan syarat administrasi debitur untuk dijadikan sebagai dokumen pembiayaan yang disimpan sebagai jaminan debitur pada PT Bank Mandiri, yang seolah-olah telah ditarik dari PT Bank Aceh Syariah. Padahal sebenarnya, dokumen asli masih pada PT Bank Aceh Syariah.
Akibat perbuatan tersangka, para debitur tidak dapat mengajukan kredit di manapun karena data yang tercatat pada SLIK OJK masuk kategori kolektibilitas 5 atau gagal bayar, serta menimbulkan kerugian bagi PT. Bank Mandiri, yang berdasarkan audit internal mencapai Rp3.300.410,000.
“Akibat perbuatannya, W dan Aw disangkakan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan ancaman penjara minimal lima tahun dan paling lama 15 tahun, atau dengan ancaman penjara minimal tiga tahun dan paling lama delapan tahun,” tutup Supriadi. (*)