Minggu, November 10, 2024
BerandaPariwaraPeran Ayah dalam Pengasuhan Anak Diperlukan untuk Cegah Kekerasan dan Perkawinan Anak

Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak Diperlukan untuk Cegah Kekerasan dan Perkawinan Anak

Parenting ideal itu bukan hanya peran ibu dalam keluarga tapi juga ada peran ayah.

Berdasarkan data, angka kekerasan anak di Aceh dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2022 angka kekerasan terhadap anak sebanyak 571 kasus. Angka ini meningkat di tahun 2023 yaitu mencapai 634 kasus.

Sementara di tahun 2024 sendiri, angka kekerasan terhadap anak periode Januari-Juli mencapai 375 kasus.

Begitu juga angka perkawinan anak di bawah 19 tahun pada dua tahun terakhir juga mengalami peningkatan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kemenag Aceh, jumlah peristiwa nikah di bawah usia 19 tahun pada tahun 2022 berjumlah 651 kasus. Sementara di tahun 2023 mencapai 671 kasus.

Maraknya angka kekerasan dan pernikahan anak di Aceh tentu menjadi kekhawatiran dan perlu untuk diwaspadai. Selain pemerintah, peran orangtua juga diharapkan untuk mencegah kekerasan dan perkawinan anak.

Plt Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh, Tiara Sutari AR, Kamis (10/10/2024), mengatakan sangat penting peran ayah dalam mencegah angka kekerasan dan perkawinan anak di Aceh.

Biasanya anak yang terlibat di dalam kekerasan rata-rata anak yang kurang perhatian dan pengawasan dalam keluarga atau keluarga yang broken home. Karena itu ikatan emosional yang terjalin dengan baik (bonding) antara anak dan orangtua itu penting sekali untuk pembentukan karakter anak.

Selain itu, orangtua terutama ayah juga perlu mengenalkan kepada anaknya apa itu kekerasan, bagaimana melindungi diri dari kekerasan, bagaimana harus menjaga pergaulan serta batasan-batasan dalam bergaul.

Dalam Al-Quran, kata Tiara, jelas peran ayah itu mulai dari anak dalam kandungan hingga proses tumbuh dewasa.

Namun sering kali, seorang ayah tidak menyadari peran mereka dalam mendampingi tumbuh kembang anak. Sehingga seorang ayah hanya terfokus mencari nafkah dan mengesampingkan pengawasan terhadap anak.

“Padahal peran ayah jauh dari itu, minimal menanyakan kabar anak, bagaimana hari ini, apakah menyenangkan. Sehingga anak akan menceritakan semuanya termasuk apa permasalahannya,” jelas Tiara di Banda Aceh.

Dengan begitu, anak akan berbicara dan inilah yang dinamakan memberikan ruang kepada anak untuk menceritakan apapun yang dialaminya termasuk jika mengalami kekerasan.

Jika ruang ini tidak diberikan orangtua terutama dari seorang ayah, dikhawatirkan seorang anak akan mencari tempat cerita di eksternal keluarga.

“Kalau kita terikat bonding sama anak dia akan menceritakan apapun. Jangan sampai ruang itu digunakan oleh orang lain atau predator seksual,” tegasnya.

Makanya diperlukan peran seorang ayah, agar anak tidak mencari sosok ayah kepada orang lain, sehingga anak tidak menjadi korban grooming.

Ayah Jadi Role Model

Di Aceh sendiri, kata Tiara, belum ada survei bagaimana peran ayah dalam melindungi anak dari kekerasan dan perkawinan anak. Namun ketika menilik korban kekerasan anak di Aceh yang setiap tahunnya terus meningkat, keterlibatan peran ayah masih kurang di Aceh.

Jika ditanyai bagaimana seharusnya peran ayah dalam mencegah angka kekerasan dan perkawinan anak di Aceh, kata Tiara, seharusnya ayah menjadi role model, teladan bagi anaknya. Apalagi anak laki-laki, sifat dan didikan seorang ayah sangat berpengaruh terhadap pola pikir anak sampai dewasa.

Karena itu dia berharap kepada orangtua terutama ayah, untuk meluangkan waktu untuk anak walaupun hanya sebentar. Jangan sampai ketika diajak berbicara sama anak, ayah langsung emosi karena ini akan melekat diingatan si anak.

“Jadi idealnya ayah itu adalah ayah yang betul-betul sayang, cinta kepada anaknya dan mendampingi proses tumbuh kembang anak,” jelasnya.

Tentunya, rasa cinta, kasih sayang yang diberikan ini tercipta atau diawali menjadi orangtua yang siap untuk menikah. Siap dari segi ekonomi, pengetahuan dan mengerti tentang parenting atau pola asuh anak.

Termasuk, seorang ayah itu harus paham dengan batas usia yang boleh dinikahkan dan tidak menikahkan anaknya yang di bawah 19 tahun. Serta seorang ayah diharapkan mampu melerai, sebelum anaknya terjerumus ke hal-hal negatif yang dapat membawanya ke dalam pernikahan di bawah 19 tahun.

“Parenting ideal itu, bukan hanya peran ibu dalam keluarga tapi juga ada peran ayah. Peran ibu dan ayah harus berimbang dalam pencegahan kekerasan dan pernikahan anak,”

Namun yang berkembang di masyarakat, kata Tiara, mengasuh dan mendidik anak hanya dibebankankan kepada ibu. Hal ini sudah membudaya sejak ibu mengandung, melahirkan, menyusui hingga pada tahap mengawasi anak. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER