Banda Aceh (Waspada Aceh) – Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banda Aceh (PT BNA) yang diketuai Syamsul Qamar dibantu hakim anggota Ainal Mardhiah dan Akhmad Sahyuti, Rabu (25/10/23) , memperberat hukuman kepada terdakwa dalam Putusan PN Kutacane Nomor 44/Pid.Sus/2023 /PN Ktn.
Terdakwa Patuan Markus Alias Sitorus dalam perkara pidana khusus tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan perdagangan yang dilarang sebagaimana dalam dakwaan alternatif ketiga Penuntut Umum.
Perbuatan terdakwa, sebut majelis hakim PT BNA, telah melanggar Pasal 110 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Jo Pasal 23 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2023 tentang Pengadaan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian.
Pasal 110 UU Perdagangan berbunyi, “Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa yang ditetapkan sebagai Barang dan/atau Jasa yang dilarang untuk diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.
Sedangkan Pasal 23 ayat (3) Permendag Nomor 4 Tahun 2023 mengatur bahwa pihak lain selain Holding BUMN Pupuk, Distributor, dan Pengecer tidak diperkenankan melakukan penyaluran dan memperjualbelikan pupuk bersubsidi.
Dikatakan, semula dalam Putusan Pengadilan Negeri Kutacane yang dibacakan pada 29 Agustus 2023 terdakwa dihukum pidana selama 1 (satu) tahun dan 10 (sepuluh) bulan. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum menuntut hukuman pidana penjara selama 3 (tiga) Tahun dan 6 (enam) Bulan.
Sementara itu, Majelis Hakim Banding pada Pengadilan Tinggi Banda Aceh, dalam Putusannya Nomor 399/PID.SUS/2023/PT BNA memutuskan, menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa menjadi 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan serta menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
Dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim Banding mengemukakan beberapa alasan mengapa hukuman pidana kepada terdakwa diperberat, yaitu antara lain menimbang bahwa perbuatan terdakwa adalah merupakan salah satu penyebab kelangkaan pupuk yang selama ini terjadi didaerah-daerah yang ada di Indonesia yang sangat merugikan petani dan bahwa perbuatan terdakwa tersebut secara tidak langsung adalah menjadi penyebab gagalnya panen petani di daerah Kabupaten Aceh Tenggara.
Menimbang bahwa pidana yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama tersebut, menurut Majelis Hakim Pengadilan Tinggi belum mencerminkan rasa keadilan masyarakat, khususnya masyarakat petani dan juga belum mencerminkan memberi efek jera kepada terdakwa serta dikhawatirkan akan diikuti oleh masyarakat lainnya, ungkap hakim ketua Syamsul Qamar. (t mansursyah)