Banda Aceh (Waspada Aceh) – Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh, Muhammad Iswanto, mengatakan, langkah penambahan tunjangan prestasi kerja atau TPK bagi pejabat Pemerintah Aceh, serta ASN di lingkup pegawai daerah di provinsi ini, merupakan langkah dan upaya tingkatkan kinerja.
Dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/9/2019), Wanto sapaan karib Karo Humas dan Protokol, menegaskan bahwa proses kajian telah dilakukan terlebih dahulu, sebelum usulan penambahan TPK tersebut dilakukan.
Dijelaskannya, melalui kajian standar biaya umum atau SBU, adalah dasar dari Pemerintah Aceh, kemudian mengusulkan besaran kenaikan TPK. Baik untuk pejabat eselon Ib, setingkat Sekda, hingga pejabat struktural terkecil, yakni kepala seksi, dan untuk pangkat dan golongan ASN di lingkup Setda Aceh.
Menurut Wanto, sudah lebih dari 10 tahun, belum pernah dilakukan usulan penambahan kenaikan TPK bagi pejabat struktural, dan juga ASN. Tentu saja, dalam kurun waktu satu dekade tersebut, banyak sekali terjadi perubahan harga, dan juga faktor lainnya, sesuai dengan standar hidup.
Data terakhir bahwa tunjangan bagi pegawai negeri di Aceh dilakukan pada tahun 2008, atas dasar Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No. 840/269 tahun 2008 tentang Pemberian Tunjangan Prestasi Kerja bagi Gubernur, Wakil Gubernur, Pejabat Struktural/Non-Struktural serta Tenaga Honorer di lingkungan Pemerintah Aceh.
Terkait dengan pernyataan salah seorang anggota DPR Aceh, Nurzahri, yang mengkritisi besaran kenaikan TPK terhadap ASN di Pemprov Aceh, Iswanto kembali menegaskan bahwa usulan penambahan tunjangan yang dimasukkan dalam RAPBA 2020, secara prinsip untuk meningkatkan kinerja pegawai.
Dengan adanya penambahan TPK tersebut, sambungnya, optimalisasi dan beban kerja dapat ditambah, dan kesemua langkah ini untuk mendorong aspek pelayanan publik lebih baik.
Karo Humas dan Protokol juga menyebutkan, penentuan kriteria pemberian tunjangan bagi pegawai dilakukan dengan melihat beban kerja, tempat tugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan atau mempertimbangkan hal objektif lainnya.
“Penambahan besaran standar tunjangan ini dilakukan dengan melihat aspek efesiensi, efektivitas, kepatutan, dan kewajaran serta rasionalitas.”
Sedikit membandingkan Sumatera Utara lewat Peraturan Gubernur No.11 Tahun 2017, telah merasionalisasikan nilai tunjangan pegawai negara di daerahnya. Dalam Pergub itu, pejabat eselon IIa, diberikan tunjangan senilai Rp25 juta. Padahal total dari APBD Sumatera Utara adalah Rp15,2 triliun. Sementara pegawai di sana mencapai hampir 30 ribu orang. Begitu juga Provinsi Sumatera Barat, juga di atas rata-rata Aceh.
Aceh yang jumlah APBA mencapai Rp17,3 triliun serta ASN sebanyak 22 ribu orang, tunjangan tertinggi bagi pegawai di Aceh, yaitu pegawai dengan eselon IIa, adalah Rp20 juta. Artinya, dengan APBD lebih tinggi dan jumlah pegawai yang lebih sedikit, maka sudah sepatutnya tunjangan bagi pegawai di Aceh ditambah, paparnya menerangkan.
Sebenarnya, tukas Wanto, jika ingin objektif, penghasilan sah seorang pejabat eselon II di Provinsi Aceh saat ini, masih jauh di bawah pendapatan seorang anggota DPRA.
Dan tentu saja, tukasnya, penambahan TPK yang dilakukan telah melalui kajian aspek kemampuan keuangan daerah. Karena itu, pemerintah Aceh sangat mengharapkan, DPRA dapat melihat ini dari sisi positif.
“Semoga DPR Aceh memberikan persetujuan atas usulan ini,” harapnya. (Ria/ks)