Lhokseumawe (Waspada Aceh) – Anggota DPD RI asal Aceh H Sudirman yang akrab disapa Haji Uma, meminta pemerintah Kota Lhokseumawe, untuk memprioritaskan pembentukan badan atau lembaga yang fokus pada perlindungan anak dan perempuan di tingkat desa.
“Sehingga menjadi garda terdepan dalam menyelamatkan anak dan upaya proteksi terhadap kekerasan,” kata Haji Uma, saat Pertemuan Koordinasi dan Kerjasama Lintas Sektor yang digelar dalam rangka Pencegahan Kekerasan terhadap Anak, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), dan Pencegahan Perkawinan Anak.
Pertemuan itu berlangsung di Aula Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Lhokseumawe, Selasa (5/8/2025).
“Kita terus mendorong agar ini harus hadir upaya kepedulian dari masyarakat termasuk dari komunitas-komunitas masyarakat yang terbentuk,” kata H Sudirman.
Lanjutnya, pembentukan badan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam mencegah kekerasan terhadap anak dan perempuan.
“Pemerintah juga perlu memastikan adanya rumah aman untuk korban kekerasan dan meningkatkan koordinasi antara lembaga pemerintah dan masyarakat,” lanjutnya.
Menurut Haji Uma, penyebab utama kekerasan terhadap anak dan perempuan ada beberapa faktor, di antaranya ekonomi, pengangguran, dan minimnya literasi tentang pendidikan. Untuk itu pemerintah perlu meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan anak dan perempuan.
“Lembaga Penjaminan Saksi dan Korban (LPSK) harus berkoordinasi dengan lembaga lainnya untuk membantu penyelesaian hukum dan memberikan perlindungan kepada korban. Maka pemerintah daerah setempat diharapkan dapat memprioritaskan pembangunan rumah aman dan meningkatkan anggaran untuk perlindungan anak dan perempuan,” pintanya.
Kepala DP3AP2KB Lhokseumawe, Salahuddin menyebutkan, terhitung dari Januari -Juli 2025 tercatat 26 kasus kekerasan, sembilan kasus terjadi pada perempuan, dan 17 kasus menimpa anak-anak.
“Dari 26 kasus tersebut sebagian sudah sampai Mahkamah Syari’ah dan tinggal kita tunggu proses ingkrah untuk penanganan hukumnya,” kata Salahuddin.
Salahuddin menambahkan, untuk menekan angka kekerasan perempuan dan anak pihaknya terus memperkuat edukasi melalui komunikasi, informasi lintas sektor, bekerja sama dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, sekolah, majelis taklim, aparatur gampong, serta memanfaatkan media sosial.
“Kita juga akan meningkatkan kapasitas Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) sebagai garda terdepan pelayanan korban, serta memperluas akses pendampingan psikologis dan bantuan hukum,” tambahnya.
Apalagi, menurutnya, pada 8 Agustus mendatang akan mendapatkan penghargaan dari Kementerian Perempuan dan Anak, yaitu Kota Layak Anak (KLA). (*)