Banda Aceh (Waspada Aceh) – Jika ada yang berpikir sepeda hanya untuk berolahraga atau sekadar alat transportasi, datanglah ke Kamikita Community Center di Gampong Mulia, Kuta Alam, Banda Aceh.
Di sini, sepeda punya fungsi lain yaitu dapat mencacah tutup botol plastik menjadi butiran halus.
Beberapa tutup botol dimasukkan ke dalam tabung pencacah pada sepeda tersebut. Saat pedal dikayuh, sepeda ini menghasilkan butiran plastik halus dari tutup botol.
Setelah dicacah, butiran plastik tersebut dilebur dan dicetak menjadi berbagai produk seperti sisir, gantungan kunci berkarakter gajah dan bentuk lainnya.
Yayasan KamiKita baru saja memamerkan inovasi ramah lingkungan bertajuk “Space to Grow” pada acara expo di Kamikita Community Center, Gampong Mulia, Kuta Alam, Banda Aceh, Sabtu (8/6/2024). Ketua Yayasan KamiKita, Henny Cahyanti, menjelaskan sepeda pencacah plastik tersebut tidak memerlukan listrik.
“Cukup dikayuh saja, dan botol-botol plastik yang biasa dibuang sembarangan itu bisa diubah jadi bahan dasar produk bernilai seperti ini,” ujar Henny sambil menunjukkan hasil olahan berupa gantungan kunci dan sisir.
Dalam sehari, alat ini mampu menghasilkan hingga 50 gantungan kunci dan 30 sisir, dengan setiap sisir hanya membutuhkan 7,2 gram atau sekitar 4-5 tutup botol.
Expo ini kata Henny merupakan salah satu rangkaian acara yang berlangsung sejak 22 April hingga puncaknya pada 8 Juni 2024. Acara ini, selain bertepatan dengan Hari Bumi dan Hari Laut.
Melalui program ini, KamiKita berupaya mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah dengan cara yang menyenangkan, sekaligus memperkenalkan produk-produk ramah lingkungan dari 12 komunitas.
Dari barang bekas hingga thrifting atau baju bekas, ada pula herbarium yaitu koleksi sampel tanaman yang diawetan menjadi hiasan. Expo ini menghadirkan konsep reduce, reuse, dan recycle.
Tidak hanya plastik, KamiKita juga memperkenalkan alat pencacah dan pemotong kaca. Limbah kaca yang diolah ini nantinya bisa diubah menjadi barang-barang bernilai guna, menjawab tantangan pengelolaan sampah kaca yang sering terlupakan.
Konsep Space to grow ini kata Henny, bukan hanya “Waste reduction (pengurangan limbah) tetapi juga
Re-Education Management.
“Bagaimana mengubah mindset warga untuk bisa reduce atau mengurangi tidak hanya berpikir tentang recycle atau mengolah. Reduce is the king, menghadapi bahwa jumlah sampah terus bertambah,” tuturnya.
Henny juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam program “Sampahmu Rezekiku” di Kamikita, di mana setiap botol plastik bernilai Rp.100 dan dapat ditukar dengan kompos, media tanam, atau bibit tanaman.
Dengan program-program seperti ini, KamiKita berharap dapat menciptakan kesadaran dan mengubah mindset masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang berkelanjutan demi keberlangsungan lingkungan hidup yang lebih baik. (*)