“Cita-cita untuk menuju Aceh sejahtera, Aceh maju, jauh panggang dari pada api”
Banda Aceh (Waspada Aceh) – Berkurangnya satu persen dana Otonomi Khusus (Otsus) pada tahun 2023 membuat masyarakat Aceh dan pemangku kebijakan menghadapi dilema. Bagaimana tidak, dana stimulus yang diberikan oleh Pemerintah Pusat pada tahun 2023 ini hilang satu persen.
Dana yang mestinya dipergunakan untuk menutup lobang-lobang kemiskinan atau mengejar ketertinggalan pembangunan demi kesejahteraan rakyat Aceh kini dikurangi setengah dari yang pernah ada, kata Mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa/ Kepala ULP Sekdaprov Aceh, Nurkhalis, kepada Waspadaaceh.com, Selasa (17/10/2023).
Menurut Nurkhalis, dengan dana yang dahulunya besar, Pemerintah Aceh seharusnya bisa memanfaatkan dana tersebut untuk porsi pembangunan sesuai kebutuhan. Baik itu dikelola oleh pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota demi mencapai pembangunan Aceh, pertumbuhan ekonomi menuju kesejahteraan rakyat.
Namun nyatanya, Aceh masih tetap termiskin setiap tahunnya. Pengangguran juga terus melebar tanpa ada penyebaran distribusi lapangan kerja.
Menurutnya, dengan adanya pengurangan tersebut, menjadi warning bagi pengambil kebijakan sekarang. Mereka harus memikirkan dengan pengurangan dana Otsus tersebut harus bisa dicarikan alternatif lain sehingga kurangnya dana Otsus dapat ditutupi melalui Pendapatan Asli Aceh (PAA) atau lainnya.
Meski Otsus sudah berkurang, namun pembebanan dana alokasi menurutnya terus terjadi peningkatan, insentif ada, pemeliharaan infrastruktur tanpa ada pengurangan.
“Tidak mungkin, insentif yang diberikan kepada ASN dikurangi, infrastruktur yang sudah dibangun tidak dirawat, dan tidak mungkin biaya operasional kantor itu dikurangi,” jelasnya.
Karena itu, eksekutif maupun legislatif harus bertanggung jawab untuk meramu inovasi apa yang kira-kira harus dilakukan agar bisa menutupi hilangnya satu persen dana Otsus melalui sumber dana sah lainnya. Salah satunya, dengan memanfaatkan potensi PAA.
“Pertanyaannya, sejauh mana pengambil kebijakan saat ini meningkatkan atau mengenjot PAA itu sendiri,” tanya eks pejabat esselon II tersebut.
Dia mengkhawatirkan, biaya kebutuhan yang tidak prinsipil terhadap kebutuhan ekonomi tidak ada pengurangan. Akan tetapi, yang dikurangi adalah biaya yang menyangkut ke sektor publik yang menyangkut hidup banyak masyarakat Aceh.
Yang lebih dikhawatirkan lagi, kata Khalis, dulunya dana Otsus full dua persen yang didapatkan, Aceh masih menjadi daerah termiskin di Sumatera. Bagaimana dengan pengurangan yang hampir 50 persen, tentunya jurang kemiskinan itu semakin melebar.
“Cita-cita untuk menuju Aceh sejahtera, Aceh maju jauh panggang dari pada api,” tegasnya.
Sebenarnya lanjut Khalis, kita menyadari bahwa Aceh lemah dari PAA. Namun perencanaan juga masih lemah. Andai saja, perencanaan bagus tentu Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) dari tahun sebelumnya bisa digunakan untuk pembangunan maupun untuk meningkatkan perekonomian.
Oleh karena itu, ini sangat dilematis dan yang menjadi resiko sekarang adalah target-target percepatan ekonomi menuju kesejahteraan Aceh ini pasti akan terkendala ke depannya.
“Dengan berkurang Otsus Aceh mestinya harus ada konsekuensi, tapi ini tidak mungkin dilakukan,” jelasnya.
Perlu diketahui, dari sisi publik genjotan-genjotan pertumbuhan ekonomi akan berkurang dan dikhawatirkan infrastruktur yang harus direhab dan dilakukan perawatan ini stagnan jika tidak dilakukan penataan keuangan yang baik. Ditambah lagi tanpa ada penambahan suplemen dari sisi genjotan PAA itu sendiri.
Kita memahami, kalau iklim investasi kondusif dan mereka nyaman investasi di Aceh, tentunya ada beberapa sektor yang bisa kita raih, salah satunya PAA bisa ditingkatkan, kemudian lapangan kerja tersedia.
Dia menilai, kondisi ini sebuah resiko yang harus ditanggung bersama. Jangan menyalahkan rakyat, orang di lapangan tapi salahkanlah stakeholder yang tidak mampu menggali potensi. Padahal sudah diberikan amanah kepada mereka untuk memberikan yang terbaik kepada masyarakat.
Artinya, kita harus menganalisis bahwa kondisi Aceh sedang tidak baik-baik saja. Karena itu mesti ada langkah-langkah yang pundamental yang harus dilakukan. Misalnya, mengurangi anggaran untuk hal-hal yang tidak begitu penting atau urgensi.
“Kalau ada mobil dinas sekarang bisa lelang, lelanglah jangan menjadi beban. Kemudian anggaran-anggaran yang tidak penting, tidak usah berpoya-poya, seperti perjalanan dinas yang banyak harusnya dikurangi,” jelasnya
Agar sektor lain bisa digenjot. Jadi ada reward and punishment. Kalau anggaran tidak bisa ditingkatkan otomatis pejabat harus menerima resiko, karena ini konsekuensi dalam sebuah jabatan.
Solusi 3M
Adapun solusi yang ditawarkan Mantan Sekjen KNPI ini, dalam jangka pendek harus dioptimalkan sektor ekonomi tumbuh yang sumber dayanya dimiliki oleh Aceh.
Artinya, sektor ril harus tumbuh. Ciptakan iklim investasi yang baik agar investor mau datang ke Aceh. Dengan adanya investasi di Aceh, tentunya PAA bisa meningkat.
Atau kata Khalis, menerapkan pola “3M” yaitu memproduksi hasil bumi Aceh sebanyak-banyaknya, mengolah hasil produksi sebanyak-banyak di Aceh dan menjual hasil produk Aceh harus melalui Aceh. (*)