Jumat, Oktober 18, 2024
BerandaMukim di Aceh Tagih Janji Penetapan Kawasan Hutan Adat

Mukim di Aceh Tagih Janji Penetapan Kawasan Hutan Adat

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Sejumlah imum mukim dari Kabupaten Pidie dan Aceh Besar mempertanyakan komitmen pemerintah terkait status wilayah hutan adat. Sebab, hingga kini mereka belum mendapat kejelasan soal penetapan hutan adat di Aceh.

Imum Mukim Beungga di Kabupaten Pidie, Ilyas mengatakan, belum ada tindaklanjut apapun usai mereka beraudiensi dengan Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Juni 2019.

“Kita masih berharap usulan hutan adat ini segera terwujud,” ujar Ilyas saat mengisi diskusi kelompok terfokus yang digelar Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh bekerjasama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Banda Aceh, Rabu (11/9/2019).

Sebelumnya, sejak tahun 2016, Bupati Pidie Sarjani Abdullah menerbitkan keputusannya soal penetapan batas wilayah mukim Paloh, mukim Kunyet, dan mukim Beungga. Dia lalu menyurati Kementerian LHK agar menetapkan hutan adat di wilayah Pidie dengan menindaklanjuti keputusan tersebut.

Lalu pada Januari 2018, Pemerintah Aceh telah menyerahkan usulan hutan adat mukim kepada Menteri LHK pada saat Rakornas Hutan Adat Tahun 2018 di Jakarta. Total ada 13 hutan adat mukim yang diusulkan dengan total luas 145.250,24 hektare yang tersebar di Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, dan Kabupaten Aceh Barat. Namun, hingga saat ini belum ada satu pun hutan adat di Aceh yang ditetapkan oleh Menteri LHK.

Ilyas menuturkan, dalam pertemuannya Juni lalu, Dirjen PSKL Bambang Supriyanto menyebutkan, banyak wilayah hutan adat di Aceh yang masih tumpang tindih dengan wilayah konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI), utamanya dimiliki PT Acehnusa Indrapuri. Perusahaan ini diketahui telah mengantongi izin konsesi di Kabupaten Aceh Besar dan Pidie. Masing-masing terdapat di Indrapuri (27.425 hektare), Seulawah (27.215 hektare) dan Pidie (56.360 hektare).

Namun, setelah diverifikasi, tidak semua wilayah adat mukim Beungga masuk ke dalam wilayah HTI. Dari luas mukim Beungga yang mencapai 10.988 hektare, tersisa sedikitnya 5.390 hektare yang bebas dari klaim HTI. Kawasan itu terdiri dari hutan produktif seluas 394 hektare dan kawasan hutan lindung 4.995 hektare.

“Padahal kami sudah minta setidaknya bisa ditetapkan hutan yang belum mencakup kawasan HTI ini. Tapi belum ada kejelasan sampai hari ini,” sesalnya.

Sementara menurut PSKL, khusus untuk Kabupaten Pidie dan Aceh Besar, hutan adat yang diusulkan telah masuk dalam Peta Indikatif Hutan Adat. Hanya saja ada beberapa persyaratan administratif yang perlu dipenuhi untuk memuluskan proses itu.

Sekretaris Pelaksana Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh, Zulfikar Arma menuturkan, sejak peta indikatif diserahkan kepada Pemerintah Aceh, belum ada kelanjutan apapun untuk mempercepat penetapan wilayah itu.

“Belum ada konfirmasi bagaimana kondisi aktualnya, apa persoalan yang dihadapi dan tindaklanjut dari Pemerintah Aceh,” imbuh Zulfikar.

Dia juga menyesalkan, kekhususan yang selama ini dimiliki Provinsi Aceh ironis dengan kondisi status wilayah hutan adatnya sendiri. Terlebih Aceh memiliki lembaga Wali Nanggroe yang harusnya bisa mengakomodir hal ini.

“Tapi kenyataannya, proses penetapan hutan adatnya saja berlarut-larut,” tukasnya.

Bicara soal tumpang tindih kawasan hutan, Zulfikar mengungkapkan, banyak wilayah hutan adat di Aceh yang juga bersinggungan dengan konsesi tambang dan perkebunan. Bahkan di wilayah konsesi HTI yang luas seluruhnya kurang lebih 105.000 hektare, masih banyak area yang terlantar.

“Kita harap ini menjadi tinjauan Dinas LHK, direvisi kembali, tidak semua luas wilayah HTI itu dipergunakan,” ujar dia.

Terakhir, dia berharap perbincangan mengenai eksistensi masyarakat adat dan hutan adat di Aceh bisa lebih dimunculkan, khususnya di kalangan media. Bagi JKMA, Aceh perlu menyoroti kembali kearifan lokal dalam mengelola potensi sumber daya alam yang dimilikinya.

Sementara itu, Kabid Planologi DLHK Aceh, Win Rima Putra dalam kesempatan tersebut menyatakan keseriusan pemerintah untuk mempercepat penyelesaian status hutan adat di Aceh. Termasuk soal tumpang tindih kawasan hutan dengan konsesi HTI.

“Saya harap kita bisa duduk bersama untuk membahas persoalan ini nanti. Tentang tumpang tindih kawasan hutan, ada jalan keluarnya. Apakah nanti kawasan HTI itu harus dilepas untuk hutan adat dan sebagainya, tentu ada proses yang perlu kita tempuh,” pungkasnya. (Fuadi)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER