Selasa, April 23, 2024
Google search engine
BerandaKulinerMengintip Pembuatan Leumang Wak Saleh di Lhokseumawe

Mengintip Pembuatan Leumang Wak Saleh di Lhokseumawe

Lhokseumawe (Waspada Aceh) – Leumang merupakan salah satu menu khas saat berbuka puasa Ramadhan dari pada takjil (menu buka puasa) lainnya. Leumang merupakan kuliner paling banyak dicari masyarakat. Leumang Aceh rasanya lemak, gurih, dan lezat, dan biasanya disantap dengan selai srikaya.

Makanan khas ini diramu dari beras ketan dan santan kelapa. Pembuatan leumang ini dimasak secara unik, dan tidak semua orang bisa membuat leumang ini. Butuh proses lebih lama, dan di Lhokseumawe hanya beberapa orang yang berbisnis leumang pada bulan Ramadhan.

Dari seratusan usaha kuliner leumang di Lhokseumawe, leumang buatan anak almarhum Wak Saleh, sudah dikenal masyarakat luas sejak tahun 1970 atau sudah 42 tahun. Kemudian sejak 1980, usaha leumang itu terus dikembangkan oleh keluarga Wak Saleh. Salah satunya Marzuki atau Wak Ki, 46, yang meneruskan usaha warisan ayahnya yang bermukim di Dusun Blang Rayeuk, Gampong Tumpok Tengoh Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe .

Saat Waspadaaceh.com mendatangi lokasi tempat pembuatan leumang itu, Wak Ki bersama tiga orang pekerja yang masih pelajar, sedang memasukkan bahan berupa beras kentan dan santan ke dalam bambu. Bambu atau buluh yang beragam ukuran, kemudian disusun rapi didapur untuk proses pembakaran atau pemanggangan. Proses ini dilakukan di dapur seluas sekitar 5×10 meter yang berada di belakang rumahnya.

Di sela-sela menyiapkan proses pembakaran leumang, Marzuki mengatakan, usaha yang dirintis ayahnya itu tetap berjalan setiap bulan Ramadhan. Cara membuatnya mudah, yaitu beras ketan terlebih dahulu dicampur dengan santan, gula dan sedikit garam agar terasa gurih.

“Sebelum dipanggang, beras ketan terlebih dahulu dibungkus dengan daun pisang, lalu dimasukkan ke dalam bambu. Setelah itu dibakar di atas bara api hingga matang, membutuhkan waktu antara dua sampai empat jam. Sejak pukul 10.00 WIB sudah mulai bekerja dan memanggang leumang setelah itu langsung siap dijual,” terangnya.

Disebutkan, dalam sehari dia mampu memproduksi leumang sebanyak 120 bambu dengan dua sak beras ketan atau 100 kg. Leumang itu dijual ke beberapa titik di Lhokseumawe, yaitu di Pasar Inpres dan Pasar Pusong Lhokseumawe. Di sana sudah didirikan dan disediakan sejumlah rak kecil.

“Pelanggan bebas memilih, apakah hendak membeli per potong dengan harga Rp5.000 sampai dengan Rp20.000. Sedangkan bila ingin membeli satu bambu, harganya berkisar antara Rp30.000 hingga Rp60.000. Tergantung besar dan kecilnya ukuran bambu itu,” tambahnya.

Asap terus mengepul, sesekali dia dan pekerjanya harus mengusap kedua bola mata, karena perih efek dari asap. Namun, Wak Ki besama tiga pekerjanya tetap tak beranjak dari perapian bambu yang sedang dibakar, agar tidak gosong.

“Leumang almarhum bapak memang kesohor. Menjelang buka puasa banyak dicari orang. Selain saya yang melanjutkan usaha leumang ini, abang saya juga membuka usaha ini di rumahnya. Kami hanya berbekal nama besar almarhum ayah, Alhamdullilah dalam sehari omsetnya bisa Rp3 juta sampai Rp4 juta. Bagi yang ingin merasakan leumang ‘Wak Leh’ bisa mencari di sekitar Lhokseumawe,” pungkasnya. (Riri).

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER