Meskipun Pemerintah Aceh optimis target realisasi anggaran dapat tercapai hingga akhir tahun, tentu kinerja OPD perlu ditingkatkan.
Pemerintahan Aceh di bawah kepemimpinan Gubernur Muzakir Manaf, atau yang akrab disapa Mualem, tengah menghadapi tantangan besar dalam mengisi kekosongan jabatan di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Tercatat hingga awal September 2025, sembilan posisi kepala OPD lowong akibat pencopotan, pengunduran diri, dan pensiun. Kekosongan ini menjadi perhatian serius karena OPD memegang peran sentral dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan Aceh.
Gelombang perombakan pejabat yang dilakukan Mualem dalam beberapa bulan terakhir menimbulkan pertanyaan tentang stabilitas birokrasi. Pencopotan empat kepala dinas pada awal September memperpanjang daftar kekosongan. Sebelumnya jabatan ini diisi oleh Kepala Dinas Kesehatan dan Direktur RSUDZA, yang mengundurkan diri, serta pencopotan pejabat lain sejak Juni. Situasi ini menguji efektivitas pemerintahan dalam menjalankan program pembangunan yang direncanakan.
Untuk itu Pemerintah Aceh akan melaksanakan uji kompetensi dan evaluasi jabatan terhadap Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama. Langkah ini, telah mendapat izin dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan diharapkan menjadi momentum untuk menata kembali struktur ASN dan memastikan penempatan pejabat sesuai kompetensi.
Uji kompetensi ini krusial untuk memastikan pejabat terpilih memiliki kapasitas memadai dalam mendukung program pembangunan daerah. Namun, muncul pertanyaan apakah uji kompetensi ini akan mampu menjawab tantangan kekosongan jabatan yang mendesak?
Proses seleksi dan pengisian jabatan harus transparan, akuntabel, dan bebas dari kepentingan politik. Masyarakat Aceh berharap pejabat terpilih adalah sosok yang berintegritas, dan memiliki visi jelas untuk memajukan Aceh.
Di sisi lain, realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) hingga akhir Agustus 2025 baru mencapai 50,45 persen. Meskipun Pemerintah Aceh optimis target realisasi anggaran dapat tercapai hingga akhir tahun, tentu kinerja OPD perlu ditingkatkan.
Kekosongan jabatan tentu dapat memengaruhi kinerja realisasi anggaran, mengingat peran penting OPD dalam mengelola dan menjalankan program kegiatan di masing-masing dinas.
Karenanya Pemerintah Aceh perlu segera mengambil langkah strategis untuk mengisi kekosongan jabatan kepala OPD. Terpenting, proses seleksi harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan stakeholder yang mumpuni di bidangnya.
Masyarakat Aceh berharap para kepala OPD yang terpilih nantinya dapat menjadi pejabat yang handal dalam membawa kapal pembangunan Aceh menuju arah lebih baik, untuk kesejahteraan rakyat Aceh. Mereka harus mampu memimpin dan mengelola organisasi dengan efektif, transparan, dan akuntabel. Mereka juga harus mampu menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar pemerintahan, untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan.
Dengan pejabat yang tepat, diharapkan kinerja birokrasi Pemerintah Aceh dapat semakin meningkat, pelayanan publik semakin berkualitas, dan pembangunan daerah semakin maju. Semoga. (*)