DPPPA Aceh berharap rancangan qanun ini dapat disahkan pada tahun 2024.
Kebutuhan untuk merevisi Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan semakin mendesak.
Saat ini, draf qanun yang bertujuan untuk melindungi hak-hak perempuan sedang dalam proses penyusunan oleh pihak-pihak terkait.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh, bersama dengan sejumlah organisasi seperti INKLUSI, PERMAMPU-Flower Aceh, Australia Indonesia Partnership for Justice -2 (AIPJ2), dan Islamic Relief Indonesia, mengadakan workshop untuk mengumpulkan masukan terkait rancangan Qanun Pelindungan Hak Perempuan di Aceh.
Kegiatan ini berlangsung di Grand Permata Hati, Blang Oi, Banda Aceh, pada Selasa (25/6/2024), dan dihadiri oleh 130 peserta yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk tokoh agama, akademisi, aktivis, jurnalis, dan perempuan dari komunitas lokal di 23 kabupaten/kota di Aceh.
Dalam sambutannya, Kepala DPPPA, Meutia Juliana, menyampaikan bahwa perubahan qanun ini merupakan inisiatif Pemerintah Aceh yang telah disetujui dalam Program Legislasi Aceh (Prolega) Prioritas Tahun 2024. Meutia juga menjelaskan bahwa Qanun Nomor 6 Tahun 2009 belum memiliki kebijakan turunan yang dapat diimplementasikan dan masih menghadapi berbagai kendala, termasuk masalah alokasi anggaran yang belum mencukupi dan birokrasi yang rumit.
“DPPPA Aceh berharap rancangan qanun ini dapat disahkan pada tahun 2024. Melalui diskusi yang melibatkan berbagai pihak, diharapkan qanun ini mampu mencerminkan berbagai sudut pandang dan menyesuaikan kebijakan dengan tantangan yang dihadapi saat ini,” jelasnya.
Erwin Setiawan, pendiri Flower Aceh, menegaskan bahwa isu pemberdayaan dan perlindungan perempuan harus mendapatkan perhatian dari semua kalangan.
Dia mencatat bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi CEDAW, yang berfokus pada penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, dan Qanun Nomor 6 Tahun 2009 merupakan landasan hukum yang penting untuk perlindungan dan pemberdayaan perempuan di Aceh.
“Qanun yang ada saat ini sudah berusia 15 tahun dan memerlukan banyak pembaruan. Dengan beragam masukan yang diterima, kami berharap qanun ini akan lebih relevan dan mampu menghadapi tantangan yang ada saat ini,” katanya.
Workshop tersebut dimulai dengan diskusi panel yang membahas Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2009, dengan narasumber yang terdiri dari Kepala DPPPA Meutia Juliana, Plt Kepala Bagian Peraturan Perundang-undangan Aceh Biro Hukum Setda Aceh Deskro Alfa, Abdullah Abdul Muthalib dari Flower Aceh, dan ulama perempuan Aceh, Dr. Nurjannah Ismail dari UIN Ar-Raniry.
Selanjutnya, masukan terhadap draf qanun dihimpun melalui diskusi kelompok yang terbagi menjadi delapan, dengan masing-masing dipandu oleh fasilitator. Setiap kelompok membahas beberapa pasal dan memberikan masukan konstruktif.
Pada tanggal 26 Juni 2024, telah diadakan rapat untuk mengintegrasikan hasil masukan ke dalam substansi Rancangan Qanun Aceh tentang Pelindungan Hak Perempuan.
Acara ini akan dihadiri oleh tenaga ahli dari Badan Legislasi, Biro Hukum Setda Aceh, dan tim kecil yang bertugas untuk membahas hal ini. Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) oleh DPRA dijadwalkan berlangsung pada tanggal 27 Juni 2024 di Gedung DPR Aceh. (*)