Diharapkan tahun depan, jalur penyeberangan Aceh-Penang dapat menjadi saluran (corong) utama untuk ekspor komoditas Aceh secara langsung ke pasar internasional.
Mawardi Nur, saat ini menjabat Direktur Utama PT Pembangunan Aceh (PEMA), sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sepenuhnya dimiliki Pemerintah Aceh. Ia kini muncul sebagai sosok kunci dalam menggerakkan roda bisnis perusahaan tersebut.
Sebagai inisiator muda, ia terus berupaya mencari berbagai peluang usaha baru untuk memperkuat perekonomian daerah. PT PEMA sendiri telah menjadi salah satu penyumbang utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh yang angka kontribusinya terus meningkat setiap tahun.
Beberapa waktu lalu, Pemerintah Aceh mengumumkan rencana mengaktifkan Pelabuhan Krueng Geukueh di Kabupaten Aceh Utara untuk jalur perdagangan dan penyeberangan langsung ke Malaysia.
Mawardi menyatakan bahwa ia memiliki rencana besar untuk proyek ini dan terus mempersiapkan regulasi pendukung, termasuk mengembangkan berbagai lini sektor bisnis lain yang akan dibidik PT PEMA. Rencana pengaktifan jalur Aceh-Penang ini diharapkan menjadi peluang ekonomi besar bagi masyarakat Aceh, terutama dalam bidang ekspor.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Aceh, Bier Budy Kis Mulyanto, menyambut baik inisiatif ini dan menegaskan bahwa pihaknya siap memberikan dukungan penuh untuk memfasilitasi proses kepabeanan dan kelancaran arus barang.

Berikut adalah wawancara khusus Waspada Aceh dengan sosok muda, ramah, dan murah senyum ini, Mawardi Nur, dalam rangka pelaksanaan Aceh Economic Development Forum (AEDF) dengan tema “Aceh’s Blueprint for Prosperity: Business Corridors and Strategic Synergies for Sustainable Economic Growth”, di The Pade Hotel, tanggal 27 November 2025.
Waspada Aceh: “Pak Dirut, untuk kontinuitas pelabuhan Krueng Geukueh, karena pada masa pemerintahan sebelumnya kan pernah direncanakan juga tapi gagal.”
Mawardi Nur: “Sebenarnya bukan gagal ya. Kita memiliki proses yang harus dilalui, tetapi Insya Allah, Haqqul Yaqin, itu akan terwujud. Karena kita tahu bahwa Pak Gubernur memiliki perhatian utama—meskipun ada beberapa komentar negatif di media sebelumnya, saya yakin dan percaya bahwa Pak Gubernur sangat konsisten dan berkomitmen untuk mewujudkan sesuatu yang berdampak langsung pada masyarakat.
Mawadi Nur: Mengenai pelabuhan ini, alasan mengapa terealisasinya belum selesai adalah karena ada proses yang harus dilalui antara dua negara. Mulai dari regulasi, clearance bea cukai, hingga persiapan kematangan pelabuhan kita sendiri. Kita juga masih mengupayakan opsi-opsi kapal yang sesuai dengan spesifikasi penyeberangan.
Mawardi Nur: Kemarin ada wacana menggunakan kapal Aceh Hebat 1 karena Pak Gubernur ingin proyek ini cepat terealisasi. Namun, tanpa mengurangi aktivitas penyeberangan yang sudah ada, seperti dari Calang ke Simeulue. Pemerintah Aceh juga telah memikirkan opsi lain, salah satunya adalah menggunakan Aceh Hebat untuk penyeberangan perdana dari Aceh ke Penang.”
Waspada Aceh: “Berarti tahap finalisasi nih, Pak ya?”
Mawardi Nur: “Iya, Insya Allah. Kami berharap dukungan dari semua pihak. Mudah-mudahan ini bisa terwujud karena saya melihat komitmen dan keinginan Pak Gubernur yang sangat kuat untuk menciptakan Aceh yang lebih baik ke depannya.”
Waspada Aceh: “Satu lagi Pak, yang untuk pengangkutan barang itu, supaya kontinuitasnya tetap terjaga misalnya kalau seminggu dua kali itu ada nggak kita siapkan khusus?”
Mawardi Nur: “Nah, itu kita sudah persiapin ya. Karena kita harus melakukan studi terlebih dahulu. Makanya juga kita minta kehadiran kabupaten/kota agar bisa memberikan input tentang suplai ternak yang ada, sehingga kita bisa memetakannya dan nanti akan mendesain semuanya dengan sistem digitalisasi.”
Potensi Karbon dan Proyek Strategis Nasional
Selain proyek pelabuhan, wawancara juga menyentuh tentang potensi besar karbon laut (blue carbon) di Aceh yang saat ini sudah dapat dimonetisasi, merujuk pada keberhasilan di beberapa daerah lain di Indonesia. Mawardi mengungkapkan harapan agar Pemerintah Pusat segera merealisasikan atau mengonkritkan regulasi mengenai pajak karbon (carbon tax) serta proyek Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS).
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), saat ini terdapat 15 proyek CCUS yang sedang dikembangkan di Indonesia, termasuk Pusat Karbon Aceh. Proyek ini diharapkan dapat berkontribusi pada upaya mencapai target Net Zero Emissions dan memberikan manfaat ekonomi bagi daerah.

Pusat Distribusi Pangan Aceh
Gagasan membentuk Pusat Distribusi Pangan Aceh muncul dari Wakil Gubernur Aceh dengan tujuan menekan angka inflasi yang tinggi di provinsi tersebut. Inflasi di Aceh pada Agustus 2025 bahkan mencapai 3,7%, yang lebih tinggi dari inflasi nasional sebesar 2,7%, sebagian besar disebabkan oleh harga pangan yang fluktuatif. Melalui inisiatif ini, PT PEMA berupaya agar Aceh mampu berdiri di atas kaki sendiri dengan mengontrol hasil produksi komoditas lokal.
“Fokus utama adalah sektor pertanian, khususnya beras, cabai, dan kopi, yang selama ini sering keluar ke provinsi lain tanpa kontrol harga yang jelas,” jelas Mawardi.
Untuk mewujudkannya, akan diterapkan strategi pembagian zona pangan di Aceh, yaitu zona Tengah, Barat, Timur, dan Sentral (Banda Aceh). Tim PT PEMA telah turun ke lapangan untuk memetakan aset bangunan daerah yang terbengkalai guna dimanfaatkan sebagai gudang stok (stockpile).
Selain itu, untuk menciptakan sinergi antar BUMD, PT PEMA meminta setiap kabupaten/kota membentuk BUMD sendiri yang nantinya akan bersinergi dengan PEMA. BUMD daerah akan bertugas menggali potensi lokal, sementara PT PEMA berperan sebagai offtaker dan fasilitator pemasaran yang menghubungkan penjual dan pembeli.
Inisiatif ini juga selaras dengan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras yang dilaksanakan Badan Pangan Nasional (BPN) untuk menjaga kestabilan harga selama Ramadan dan Idul Fitri. Aceh, yang termasuk dalam zona 2, telah menerima alokasi 84,5 ribu ton beras SPHP yang disalurkan melalui berbagai saluran, seperti operasi pasar pangan murah, pedagang pengecer, dan outlet binaan pemerintah daerah.
Target Ekspor Melalui Jalur Aceh-Penang
Diharapkan tahun depan, jalur penyeberangan Aceh-Penang dapat menjadi saluran (corong) utama untuk ekspor komoditas Aceh secara langsung ke pasar internasional. Penggunaan kapal Roll-on/Roll-off (RoRo) dalam jalur ini diharapkan dapat mengakomodasi volume barang yang lebih besar dan meningkatkan efisiensi pengiriman, sehingga produk unggulan Aceh dapat bersaing lebih baik di pasar global.
Mawardi menekankan bahwa PT PEMA akan terus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mempersiapkan komoditas ekspor yang berkualitas dan memastikan kelancaran jalur perdagangan ini.
Dengan berbagai inisiatif bisnis yang dirancang secara cermat, Mawardi Nur dan tim PT PEMA berkomitmen untuk membawa Aceh menuju masa depan yang lebih sejahtera dan mandiri secara ekonomi.
Melalui kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, diharapkan semua rencana ini dapat terealisasi dan memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi provinsi Aceh. (Adv)



