Banda Aceh (Waspada Aceh) – Masyarakat Sipil Aceh menyayangkan putusan Mahkamah Syariah Aceh atas vonis bebas pelaku pelecehan seksual terhadap anak beberapa waktu lalu.
Hal tersebut disampaikan Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (RPuK) Aceh, Azriana, dalam konferensi pers di Warkop Albatross, Jalan Tgk Dianjong, Peulanggahan, Kecamatan Kuta Raja, Banda Aceh, Kamis (27/5/2021).
Dalam konferensi pers itu, sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) hadir, seperti Balai Syura, LBH Banda Aceh, KontraS Aceh, PKBI Aceh, RPUK, Flower Aceh, KAPHA, SP Aceh, LBH APIK Aceh dan KSBSI Aceh.
Azriana menyayangkan minimnya perlindungan yang diberikan pemerintah daerah kepada korban selama proses peradilan. Membiarkan korban berada dalam kekuasaan dan pengaruh keluarga pelaku, bahkan diakses langsung oleh pengacara pelaku, ujarnya.
Azriana mengatakan, patut diduga upaya-upaya mempengaruhi dan intimidasi terhadap korban telah berlangsung pada masa-masa ini. Bahkan hingga saat ini belum ada skema yang jelas untuk pemulihan komprehensif bagi anak (korban) yang tidak memiliki Ibu lagi dari sejak kecil. Saat ini ia dititipkan pada neneknya (dari pihak ibu) yang juga miskin.
Untuk itu, pihaknya dari Masyarakat Sipil Aceh memberikan rekomendasi kepada sejumlah pihak dan instansi di Aceh agar segera merevisi Qanun Jinayat dengan mencabut pasal pemerkosaan dan pelecehan seksual.
Kedua, meminta DPRA dan Gubernur Aceh segera merevisi Qanun Jinayat dengan mencabut pasal tentang pemerkosaan dan pelecehan seksual, agar pemenuhan hak-hak korban pada proses peradilan bisa diupayakan.
Ketiga, meminta Kejaksaan Negeri Jantho melalui Jaksa Penuntut Umum perkara ini, melakukan upaya maksimal dalam pengajuan Kasasi terhadap Putusan Majelis Hakim Mahkamah Syariah Aceh ini kepada Mahkamah Agung RI, agar tidak menjadi preseden buruk dalam upaya penghapusan kekerasan seksual terhadap anak di Aceh.
Keempat, meminta Mahkamah Agung RI melalui Hakim Agung yang memeriksa perkara ini, diminta untuk membatalkan Putusan Majelis Hakim Mahkamah Syariyh Aceh dan menguatkan Putusan Tingkat Pertama pada Mahkamah Syariah Jantho.
Selain itu, dia juga meminta Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Dinas Sosial, mengembangkan skema dukungan pemulihan yang komprehensif dengan indikator capaian yang jelas terhadap anak dan perempuan korban kekerasan dengan melibatkan partisipasi masyarakat sipil, guna memastikan terpenuhinya hak-hak korban.
Terakhir, dia berharap Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA), mengoptimalkan peran dan fungsinya sebagai mekanisme independen dalam pemenuhan hak-hak anak di Aceh, termasuk melakukan pemantauan terhadap situasi pemenuhan hak-hak anak di Aceh. Baik dalam proses peradilan maupun di luar peradilan, dan melaporkannya secara berkala kepada publik/masyarakat. (Kia Rukiah)