Senin, November 25, 2024
spot_img
BerandaLaporan KhususMasa Depan Anak Tergantung Pola Asuh Orangtua

Masa Depan Anak Tergantung Pola Asuh Orangtua

“Orangtua bukan hanya pemberi nafkah, tapi juga pendidik dan teladan bagi anak-anaknya”

Pola asuh orangtua memegang peranan penting dalam perkembangan karakter dan mental anak. Penelitian menunjukkan bahwa lingkungan keluarga, terutama pola asuh yang diterapkan, memengaruhi perkembangan psikologis, emosional, dan sosial anak sepanjang hidupnya.

Pola asuh yang positif dapat membentuk dasar yang kokoh bagi perkembangan anak, sementara pola asuh yang buruk berisiko menimbulkan berbagai masalah psikologis dan sosial.

Psikolog Klinis, Siti Rahmah, yang berfokus pada penanganan anak dan perempuan, mengatakan pentingnya orangtua memiliki pengetahuan tentang pengasuhan positif. Ia menekankan bahwa komunikasi yang baik, pengajaran nilai-nilai positif, serta menghindari kekerasan fisik dan verbal adalah kunci dalam mendidik anak.

Orangtua perlu memberi ruang bagi anak untuk mengembangkan potensi dan kreativitas mereka, serta menyadari bahwa pengasuhan yang baik memerlukan komitmen dan perhatian penuh.

“Orangtua bukan hanya pemberi nafkah, tapi juga pendidik dan teladan bagi anak-anaknya,” ujarnya.

Namun, ketidakmampuan orangtua mengelola emosi, kurangnya pengetahuan tentang pengasuhan positif, dan dampak digitalisasi menjadi penyebab utama kekerasan terhadap anak.

Grafik jumlah kasus kekerasan terhadap anak sejak Januari- Oktober 2024. (Data DPPP Aceh)

“Pencegahan kekerasan harus dimulai dari rumah. Orangtua perlu diberi pemahaman tentang pengasuhan yang positif,” ungkap Rahmah, yang juga dosen di Universitas Syiah Kuala.

DP3A Aceh Dorong Pola Asuh Positif

Di Aceh, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) memegang peran strategis dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pola asuh yang sehat.

Kepala DPPPA Aceh, Meutia Juliana, menekankan bahwa pola asuh yang baik tidak hanya berpengaruh pada perkembangan kognitif dan emosional anak, tetapi juga membentuk karakter dan moralitas mereka.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh, Meutia Juliana, S.STP, M.Si. (Foto/Ist)

“Orangtua perlu membimbing anak agar menjadi generasi yang tangguh, cerdas, dan berakhlak mulia,” ujar Meutia.

Melalui program Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), DP3A Aceh berupaya meningkatkan kualitas kehidupan keluarga dengan berbagai inisiatif, termasuk pendidikan pengasuhan, keterampilan melindungi anak, serta konseling keluarga.

Program ini bertujuan untuk menciptakan pola asuh yang lebih baik dan lingkungan yang mendukung bagi tumbuh kembang anak.

Namun, tantangan besar tetap ada. Berdasarkan data DP3A Aceh, kasus kekerasan terhadap anak terus meningkat, dengan angka kekerasan fisik, emosional, dan seksual yang mencemaskan. Pada 2020 tercatat 485 kasus kekerasan, yang meningkat menjadi 634 pada 2023.

Kekerasan psikologis mendominasi, diikuti kekerasan fisik dan seksual, serta penelantaran anak. Kasus terbanyak ditemukan di Aceh Tamiang, disusul Banda Aceh, Bener Meriah, dan Aceh Utara. Fenomena ini menunjukkan perlunya perlindungan anak yang lebih efektif di tingkat keluarga dan masyarakat.

Selain kekerasan, angka pernikahan anak di bawah usia 19 tahun juga meningkat, sering dianggap sebagai solusi terhadap masalah ekonomi. Namun, pernikahan dini berisiko merampas hak anak dan berdampak negatif pada perkembangan psikologis mereka.

“Kami mendorong orangtua untuk memahami bahwa masa depan anak sangat bergantung pada cara mereka dididik sejak dini,” kata Meutia Juliana.

Masa depan anak sangat bergantung pada pola asuh yang mereka terima sejak dini. Pola asuh yang penuh perhatian, kasih sayang, dan pengajaran nilai positif akan membantu anak menjadi pribadi yang tangguh.

Untuk itu, kolaborasi antara orangtua, pemerintah, dan masyarakat sangat diperlukan guna menciptakan lingkungan yang aman, mendukung, dan sehat bagi tumbuh kembang anak di Aceh. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER