Jakarta (Waspada Aceh) – Pakar hukum tata negara sekaligus mantan calon wakil presiden, Mahfud MD, menanggapi pemberian abolisi dan amnesti oleh Presiden Prabowo Subianto kepada dua tokoh politik, yakni mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) dan politisi PDI-P Hasto Kristiyanto.
Menurut Mahfud, langkah ini membuktikan bahwa suara publik yang menilai kasus keduanya sarat dengan kepentingan politik tidak bisa diabaikan.
“Abolisi dan amnesti ini membuktikan bahwa jeritan hati masyarakat, yang menginginkan hukum tidak dijadikan alat politik, memang benar adanya. Ini memberi harapan baru bahwa hukum akan ditegakkan sebagai hukum, bukan karena pesanan politik,” ujar Mahfud MD dalam pernyataannya dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD Official, Jumat (1/8/2025).
Mahfud menegaskan, opini publik dan kesadaran kolektif masyarakat tentang potensi politisasi hukum telah terbukti relevan.
Ia berharap ke depan, prinsip negara hukum benar-benar dijalankan secara konsisten dan tidak dimanfaatkan oleh kekuasaan politik.
“Jangan sampai kasus yang menimpa Tom Lembong dan Mas Hasto Kristiyanto yang kental nuansa politik terulang kembali. Kita doakan Presiden Prabowo tetap bersemangat menjadikan negara ini sebagai negara hukum sejati,” katanya.
Mahfud turut menyampaikan apresiasi kepada masyarakat sipil, akademisi, dan para amicus curiae yang turut menyuarakan keadilan.
Ia menilai, partisipasi publik dalam menjaga marwah hukum adalah kunci penting dalam demokrasi.
“Selamat kepada Mas Hasto, Mas Tom Lembong, dan semua pihak yang telah bersuara demi tegaknya hukum. Ini bukan hanya kemenangan individu, tetapi juga kemenangan akal sehat publik,” ujar Mahfud.
Sebelumnya, DPR telah menyetujui surat presiden (surpres) terkait pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto, setelah melalui proses pembahasan bersama pemerintah.
Abolisi merupakan kewenangan presiden untuk menghentikan proses hukum terhadap seseorang, sedangkan amnesti diberikan untuk menghapus pidana bagi pelaku tindak pidana tertentu dengan pertimbangan kepentingan umum dan keadilan. (*)