Aceh Besar (Waspada Aceh) – Warga Aceh Besar, khususnya di Kecamatan Lhoknga, menghadapi krisis air yang memburuk akibat kemarau panjang sejak Desember 2023. Krisis ini berdampak besar pada kehidupan sehari-hari, terkhusus bagi kaum perempuan.
Di Desa Lambaro Seubun, warga yang selama ini mengandalkan sumur pribadi, kini terpaksa mencari sumber air alternatif karena sumur mereka mengering.
Eli Susanti, salah satu warga, mengungkapkan kesulitannya. “Kami harus mengangkut air dari desa lain dan terkadang membelinya, yang menambah beban ekonomi kami,” keluhnya, Selasa (14/5/2024).
Sementara itu, di Desa Naga Umbang, beberapa sumur telah terkontaminasi oleh aktivitas industri, sehingga memaksa warga untuk mencari sumber air lain.
Ayu, seorang warga desa, menyatakan mereka harus mengangkut air dari desa lain. “Membuat badan saya sakit dan biaya air meningkat, yang membebani kami sebagai perempuan,” jelasnya.
Rahmil Izzati, Ketua BEK Solidaritas Perempuan Bungoeng Jeumpa Aceh, mengatakan bahwa air adalah hak dasar yang harus dilindungi dan dipenuhi oleh negara. “Krisis air tidak hanya membebani perempuan secara ekonomi tetapi juga mempengaruhi sumber kehidupan dan pekerjaan mereka,” ujarnya.
Warga Lhoknga mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan sistematis, seperti menghentikan aktivitas industri yang merusak sumber air dan membatasi penggunaan air untuk industri besar. Mereka juga menyerukan penerapan Qanun Pengelolaan Sumber Daya Air untuk mengatasi krisis ini.
Solidaritas Perempuan Aceh juga mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Besar untuk memberikan perhatian khusus pada masalah ini dan segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegah krisis air di masa depan. (*)