Sabtu, November 23, 2024
spot_img
BerandaNasionalKPK Undang Kadin Aceh Diskusi, Ada Apa?

KPK Undang Kadin Aceh Diskusi, Ada Apa?

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengundang Kamar Dagang (Kadin) Aceh dan sejumlah asosiasi untuk hadir bersama, berdiskusi dan sharing pengalaman, 25 – 28 Juni 2024.

Kegiatan ini dilaksanakan oleh KPK di Ruang Rapat Utama Kadin Aceh, Gedung Balè Saudagar Aceh, Jalan Taman Makam Pahlawan, Banda Aceh. Acara yang berlangsung sampai dengan empat hari tersebut tampak serius dan menyita perhatian beberapa kalangan yang melintas di seputaran Kantor Kadin.

Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK di bawah pimpinan Pahala Nainggolan, memberikan penugasan kepada Satuan Tugas (Satgas) 1 Direktorat Antikorupsi Badan Usaha yang fokus kepada permasalahan sektoral yaitu infrastruktur/manufaktur.

Satgas 1 dipimpin oleh Teguh Widodo yang sekaligus membawakan materi regulasi dan berbagai modus tindak pidana korupsi badan usaha. Adapun anggota Satgas 1 yang hadir di acara tersebut adalah Ristian Pangarso selaku PIC wilayah Provinsi Aceh, Bram Agustian Zahro, dan Bunga Putri Simatupang.

Sebelum diskusi berlangsung, pada hari pertama, Teguh Widodo menjelaskan detail sejumlah permasalahan dan berbagai modus korupsi seperti kasus suap menyuap untuk mendapatkan izin usaha dan kesepakatan-kesepakatan jahat seperti persekongkolan tender, pengadaan barang dan jasa.

Permasalahannya, kata Teguh, walau secara sistem sudah dibuat platform layanan elektronik dan berbasis digital seperti OSS, LPSE dan e-katalog, akan tetapi korupsi masih juga terjadi. Hal ini yang menjadi fokus perhatian KPK untuk mendapatkan berbagai masukan dan saran dari para pelaku usaha yang terhimpun di Kadin dan asosiasi-asosiasi.

Upaya yang dilakukan oleh KPK melalui Direktorat Antikorupsi Badan Usaha Kedeputian Pencegahan dan Monitoring, merupakan opsi strategis KPK yakni dengan “menyasarkan” edukasi ke sektor paling krusial yaitu perizinan usaha, pembangunan infrastruktur dan juga manufaktur.

Karena diketahui bahwa pada sektor inilah kasus korupsi sering terjadi dengan modus suap menyuap dan gratifikasi, guna memperoleh perizinan usaha seperti izin pengelolaan lingkungan dan pemenangan tender proyek pembangunan infrastruktur.

Satgas lebih lanjut menyampaikan ada tujuh jenis korupsi yang diatur di dalam 30 jenis korupsi di UU 31/1999 dan perubahannya yang kemudian dikelompokkan menjadi 7 kelompok tindak pidana korupsi. Ketujuh kelompok korupsi, di antaranya terkait dengan kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang dalam pengadaan, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.

Karena itu, KPK berharap dengan diadakannya kegiatan diskusi dan sharing pengalaman bersama Kadin sebagai wadahnya para pelaku usaha dan asosiasi-asosiasi ini, dapat memberikan pemahaman yang jelas. Baik itu tentang apa saja aktifitas yang dapat dikenai Undang-undang tindak pidana korupsi, memberi rasa aman dan perlindungan kepada para pengusaha serta perihal terkait lainnya.

Sementara itu, Kadin Aceh dihadiri oleh Wakil Ketua Bidang Hukum dan Hak Azasi Manusia Teuku Yusuf, mengatakan, Kadin Aceh sangat mendukung langkah KPK dalam mendapatkan berbagai masukan langsung dari wadah dunia usaha dan pelaku langsung ini.

“Kita yakini bahwa semua upaya, seperti yang sudah ditempuh oleh KPK pada hari ini merupakan itikad baik dari pemerintah guna mengefektifkan pencegahan kerugian negara yang disebabkan oleh korupsi,” tutur Teuku Yusuf, Sabtu (29/6/2024).

Kadin sebagai mitra strategis pemerintah, kata Teuku Yusuf, selalu siap mendukung KPK, terutama dalam meningkatkan kerjasama kemitraan dalam membina, mengedukasi dan memberi arah agar para pelaku usaha tidak terjebak dan terhindar dari korupsi.

Asosiasi Aspadin, Harun, menjelaskan terkait sektor usahanya di bidang pemanfaatan air tanah untuk kebutuhan air isi ulang, sejauh ini belum pernah ada kasus dan kebetulan belum menemui anggotanya yang melakukan korupsi, baik dalam pengurusan perizinan usaha maupun izin edar dari Balai Pengawas Obat dan Makanan (BP POM).

“Mudah-mudahan tidak terjadi, kita doakan, dan sampai sekarang kami terus melakukan usaha dengan baik,” jelas Harun.

Ketua Asosiasi Pengelola Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Aceh, Yusri, juga menyampaikan kondisi yang berkembang di lingkup usaha jasa akomodasi.

“Memang ini sudah terbiasa terjadi bagaimana lagi, biaya-biaya ini itu, kita nikmati saja, ke depan budaya tidak korupsi ini kita mulai saja dari kita-kita ini pelaku usaha. Jangan Korupsi, sudah begitu saja,” tutup Yusri. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER