Rabu, November 26, 2025
spot_img
BerandaAcehKisah Sengketa 4 Pulau di Aceh Dibukukan, Terungkap: 2 Kali Pernah Dimiliki...

Kisah Sengketa 4 Pulau di Aceh Dibukukan, Terungkap: 2 Kali Pernah Dimiliki Sumut

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Pada Mei–Juni 2025, publik dihebohkan dengan polemik sengketa empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara. Empat pulau yang awalnya tercatat sebagai milik Aceh tiba-tiba berubah kepemilikan menjadi Sumut.

Isu ini berlarut hingga akhirnya Presiden Prabowo Subianto turun tangan dan menetapkan bahwa keempat pulau tersebut dikembalikan kepada Aceh.

Kini, kisah panjang sengketa itu terdokumentasi dalam sebuah buku yang mengungkap berbagai dokumen, arsip, dan foto yang sebelumnya jarang tersentuh publik. Buku berjudul Diplomasi Sengketa 4 Pulau Aceh–Sumatera Utara tersebut diterbitkan oleh Penerbit Teras Budaya.

Buku ini menghadirkan laporan investigatif setebal 242 halaman mengenai salah satu persoalan administratif paling rumit dalam sejarah Aceh pascareformasi.

Melalui buku ini, pembaca diajak menelusuri perjalanan empat pulau yang selama hampir dua dekade berpindah secara administratif antara Aceh dan Sumatera Utara, hingga akhirnya pada tahun 2025 kembali ditetapkan sebagai bagian dari Aceh.

CEO Teras Budaya, Remmy Novaris DM, menyebut karya ini sebagai dokumentasi paling lengkap yang pernah diterbitkan terkait sengketa teritorial tersebut.

“Buku ini menampilkan data, dokumen, dan kronologi lengkap tentang berpindah-pindahnya status kepemilikan empat pulau dari Aceh ke Sumut, lalu kembali ke Aceh, kemudian bergeser lagi ke Sumut, dan akhirnya dipulihkan sebagai wilayah Aceh pada 2025,” kata Remmy di Jakarta, Rabu (26/11/2025).

Remmy menuturkan, dinamika sengketa empat pulau ini bukan sekadar persoalan batas administrasi, melainkan cerminan hubungan pusat dan daerah, tarik menarik wewenang birokrasi, serta kegelisahan masyarakat di wilayah perbatasan. Karena itu, dokumentasi sejarah administratifnya menjadi sangat penting untuk dipahami oleh publik, akademisi, maupun pembuat kebijakan.

Remmy yang dikenal sebagai novelis dan pegiat literasi menambahkan bahwa buku ini berhasil menyingkap sisi-sisi penting yang selama ini hanya beredar sebatas rumor.

“Duet penulis nasional Murizal Hamzah dan Fikar W. Eda mampu menyajikan fakta yang selama ini tidak pernah terungkap ke publik. Mereka membuka arsip, mewawancarai para pihak yang terlibat, dan membangun kembali peta peristiwa secara kronologis. Ini bukan sekadar laporan investigatif, tetapi catatan sejarah yang harus dikenang dan dipahami bersama,” sebutnya.

Penerbitan buku ini juga diharapkan membuka ruang dialog yang lebih sehat mengenai isu batas wilayah, tata kelola pemerintahan daerah, serta penguatan otonomi Aceh dalam bingkai NKRI. Bagi Teras Budaya, penerbitan ini menjadi bagian dari upaya memperkaya khazanah literatur kebangsaan, khususnya yang menyangkut Aceh dan dinamika politiknya yang kompleks.

Murizal dan Fikar menyatakan sebelum buku ini diterbitkan sangat banyak hoaks atau fitnah yang bertebaran selama tiga bulan konflik empat pulau tersebut. Menurutnya, jika kebohongan terus direproduksi bisa berdampak itulah kebenaran.

Sementara ada fakta data dan arsip yang membuktikan itu adalah fitnah. Misalnya, ada warga yang menyakini beralihnya empat pulau milik Aceh ke Sumatera terjadi pada 2025. Faktanya empat pulau tersebut sudah berubah kepemilikan ke Sumut sejak 2008

“Ada dua kali, empat pulau tersebut jadi milik Sumut. Ini terjadi antara lain manajemen arsip Indonesia ini kacau. Kita lupa sejarah. Padaha filsuf Jerman Nietzsche sudah mengingatkan sejarah adalah kombinasi mengingat dan kemampuan berlupa. Sebab kalau orang berlupa, dia tidak pernah belajar dari sejarah. Seorang yang teringat terus-menerus, tidak pernah cukup bebas untuk maju ke depan,” tutup Murizal Hamzah. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER