Banda Aceh (Waspada Aceh) – Keuchik (kepala desa) yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Aceh menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) Aceh, Senin (3/2/2025).
Aksi ini dilakukan untuk menuntut penerapan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa di Provinsi Aceh. Pantauan Waspadaaceh.com, para peserta aksi meminta Pemerintah Aceh segera menjalankan aturan yang telah disahkan, terutama terkait perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 8 tahun dengan maksimal dua periode.
Wakil Ketua Apdesi Aceh sekaligus Juru Bicara Apdesi, Amin Saleh, menyampaikan bahwa tuntutan mereka bukan semata-mata untuk mempertahankan jabatan, melainkan menuntut keadilan dalam penerapan undang-undang yang berlaku secara nasional.
“Sejak revisi Undang-Undang Desa disahkan pada 28 Maret 2024 dan diundangkan pada 25 April 2024 oleh Presiden Joko Widodo, aturan ini berlaku untuk seluruh daerah di Indonesia, kecuali DKI Jakarta. Namun, sampai sekarang, Aceh masih mengacu pada aturan lama,” ujarnya.
Amin menegaskan bahwa hasil konsultasi dengan DPR RI, DPD RI, dan DPR Aceh menunjukkan bahwa aturan mengenai pemerintah desa bersifat umum. Dengan demikian, aturan ini seharusnya berlaku di Aceh tanpa perlu menunggu perubahan pada Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
“Kecuali hal-hal yang menyangkut keistimewaan Aceh, seperti syariat Islam dan di Aceh ada mukim, yang memang mutlak tidak bisa diubah tanpa revisi UUPA. Tapi, dalam hal ini, DPR RI sudah mengeluarkan rekomendasi agar UU Nomor 3 Tahun 2024 berlaku di Aceh,” tambahnya.
Karena itu, dia meminta kepada Pemerintah Aceh untuk menjalankan UU Nomor 3 Tahun 2024 di Aceh. Bukan malah mengeluarkan kebijakan yang bertolak belakang dengan surat edaran Menteri Dalam Negeri dan keputusan DPRA.
Sementara itu, Plt Sekretaris DPMG Aceh, T Zul Husni, menjelaskan bahwa polemik ini terjadi karena Aceh masih berpegang pada UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
“Dalam UUPA, masa jabatan kepala desa adalah 6 tahun dan maksimal dua periode. Sedangkan dalam UU Nomor 3 Tahun 2024, masa jabatan menjadi 8 tahun dalam dua periode. Ini yang menjadi perdebatan,” katanya.
Ia juga menyatakan bahwa kedua undang-undang tersebut sama-sama diterbitkan oleh pemerintah pusat, sehingga perlu kajian lebih lanjut mengenai aturan mana yang harus diterapkan di Aceh.
Zul Husni menegaskan bahwa pihaknya akan berdiskusi dengan Sekda dan Kepala Dinas terkait untuk mencari solusi terbaik agar polemik ini tidak menghambat jalannya pemerintahan di Aceh. (*)