Senin, Juli 1, 2024
Google search engine
BerandaAcehKetua FKUB Minta Qanun Pendirian Rumah Ibadah di Aceh Dikaji

Ketua FKUB Minta Qanun Pendirian Rumah Ibadah di Aceh Dikaji

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh meminta Qanun Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah di Aceh dikaji ulang.

Ketua FKUB Aceh Hamid Zein, mengatakan FKUB sudah beberapa kali menyampaikan kepada Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) bahwa Qanun Nomor 4 Tahun 2016 perlu dikaji untuk penyesuaian kembali. Apakah qanun tentang pedoman pendirian maupun tata cara pendirian rumah ibadah perlu direvisi atau tidak.

“Nanti akan kita cermati, sisi mana yang kira-kira menganjal dan sisi mana yang menghambat pelaksanaan kerukunan umat beragama di Aceh sehingga itu perlu kita lakukan peninjauan kembali atau revisi ulang,” sebut Hamid dalam diskusi yang digelar oleh Koalisi NGO HAM, di Banda Aceh, Selasa (11/6/2024).

Menurutnya, dari qanun tersebut perlu dievaluasi adalah tata cara pendirian tempat ibadah atau rumah ibadah. Karena dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016 itu, pada pasal 14 ayat (1) disebutkan pendirian tempat ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.

Kemudian, jumlah dari pemeluk agama yang memenuhi persyaratan untuk mendirikan rumah ibadah juga perlu ditinjau kembali. Dalam Qanun Nomor 14 Tahun 2016, pada ayat (2), selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian tempat ibadah harus memenuhi persyaratan khusus.

Salah satu persyaratan khusus itu adalah adanya daftar nama paling sedikit 140 orang penduduk setempat sebagai pengguna tempat ibadah yang bertempat tinggal tetap dan dibuktikan dengan KTP dan Kartu Keluarga (KK) yang disahkan oleh pejabat berwenang sesuai dengan tingkat batas wilayah.

“Jadi nantinya dalam qanun dapat dilihat apa yang menghambat ibadah umat yang lain. Sehingga ini bisa ditinjau,” sebutnya

Kemudian, kata Hamid, ada beberapa rekomendasi yang barang kali tidak penting dan tidak perlu maka sebaiknya dievaluasi kembali. Rekomendasi siapa saja yang diperlukan dalam rangka mendapat izin pendirian rumah ibadah.

Selama ini kata Hamid, yang perlu diketahui bahwa yang berwenang memberikan izin pendirian tempat ibadah adalah bupati atau wali kota masing-masing, bukan Gubernur Aceh.

Di sisi lain, Direktur Koalisi NGO HAM Aceh Khairil, mengatakan diskusi ini dilaksanakan untuk mendorong partai politik berpikir serius dalam konteks penyelesaian kasus intoleransi di Aceh. Menurutnya isu intoleransi ini sering sekali dimainkan partai politik menjelang Pileg maupun Pilkada.

Namun dia berharap, bagaimana caranya isu yang dijual tersebut tidak memecah belah kerukunan umat beragama di Aceh. Selain itu, dia juga meminta agar partai politik menyuarakan kepada kadernya yang di parlemen untuk serius melihat persoalan intoleransi yang muncul di tengah-tengah masyarakat saat ini. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER