Edukasi dan konseling pra-nikah yang mencakup pendidikan keuangan, manajemen konflik, dampak digitalisasi, termasuk judol dan penggunaan media sosial, perlu digalakkan.
Kenaikan angka perceraian di Mahkamah Syar’iyah (MS) Jantho, Aceh Besar, patut menjadi perhatian serius bagi semua pihak. Dalam dua semester terakhir, angka perceraian menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan.
Pada semester I tahun 2024, tercatat 215 perkara perceraian, dan meningkat menjadi 232 perkara pada semester II tahun 2025. Dominasi cerai gugat yang diajukan oleh istri juga menunjukkan adanya ketidakseimbangan dan potensi masalah yang lebih besar di dalam rumah tangga.
Fenomena ini tidak hanya mencerminkan permasalahan rumah tangga semata, tetapi juga menunjukkan adanya tantangan baru di era digital yang mempengaruhi keharmonisan keluarga. Kecanduan judol (judi online) suami termasuk alasan utama istri mengajukan cerai.
Berikutnya penggunaan media sosial yang tidak bijak, seperti kecanduan live TikTok dan pemberian gift kepada lawan jenis, juga telah menjadi pemicu pertengkaran dan keretakan rumah tangga.
Meski data ini baru terungkap dari Aceh Besar, bisa jadi fenomena yang serupa terjadi juga di kabupaten/kota lainnya di Provinsi Aceh.
Kondisi ini menandakan bahwa masalah perceraian tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor tradisional seperti kurangnya nafkah, perselingkuhan, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tetapi juga oleh faktor-faktor modern (digitalisasi) yang perlu ditangani dengan pendekatan yang berbeda.
Peran mediasi dalam proses perceraian sangat penting untuk memfasilitasi penyelesaian konflik rumah tangga. Begitupun walau MS Jantho telah berupaya memfasilitasi mediasi bagi pasangan yang hadir dalam persidangan, namun keberhasilan mediasi perlu ditingkatkan melalui upaya preventif yang lebih komprehensif.
Program edukasi dan konseling pra-nikah yang mencakup pendidikan keuangan, manajemen konflik, dampak digitalisasi, termasuk judol dan penggunaan media sosial, perlu digalakkan. Penguatan peran tokoh agama dan masyarakat juga krusial dalam memberikan bimbingan dan dukungan kepada keluarga.
Selain itu, penegakan hukum terhadap pelaku penyedia judol harus ditegakkan. Termasuk juga atas tindak kekerasan dalam rumah tangga.
Satu hal yang harus menjadi perhatian serius kita semua, pemicu perceraian itu yakni judol dan medsos. Ini telah memberi sinyal kepada kita bahwa fenomena itu justru terjadi di daerah yang selama ini telah menjalankan syariat Islam.
Kenaikan angka perceraian bukan sekadar angka statistik, melainkan cerminan dari permasalahan sosial yang kompleks. Perlu adanya kolaborasi antar stakeholder, termasuk pemerintah, lembaga keagamaan, dan masyarakat, untuk menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi keharmonisan keluarga dan mengurangi angka perceraian di masa mendatang.
Menyelamatkan keluarga adalah tanggung jawab bersama yang memerlukan kesadaran dan tindakan nyata dari semua pihak. (*)