Selasa, April 30, 2024
Google search engine
BerandaEditorialKetidakadilan Pusat untuk PON Aceh

Ketidakadilan Pusat untuk PON Aceh

Betapa tidak adilnya Pemerintah Pusat terhadap PON Aceh, umpama siang dan malam, bila dibandingkan dukungan Pemerintah Pusat pada PON Papua”

Pekan Olahraga Nasional (PON) Aceh-Sumut 2024, tinggal menghitung bulan. Namun, pembangunan infrastruktur bahkan dana yang dikuncurkan untuk Aceh belum final.

Perhelatan PON Aceh-Sumut sendiri akan digelar pada 8 September 2024. Artinya, dalam sisa waktu 10 bulan lagi, pemerintah harus bekerja ekstra agar pelaksanaan PON di Aceh berjalan sukses.

Jika dalam rentang waktu tersebut digunakan untuk mengejar berbagai persiapan, baik rehab maupun membangun venue dan persiapan atlet-atlet, dikhawatirkan hasilnya asal jadi.

Berkaca dari PON Papua, dana yang diturunkan untuk pembangunan infrastruktur begitu cepat, begitu juga besaran anggaran Pemerintah Pusat untuk mendukung PON di Papua sebesar Rp3,63 triliun, terasa tidak adil bagi Aceh. Tidak heran bila perhelatan PON di Papua pada tahun 2021 terbilang sukses, walaupun ada penundaan.

Suksesnya PON di Papua ditandai dengan adanya pembangunan venue yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat, yang nantinya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Papua dalam jangka panjang.

Sangat berbeda dengan PON Aceh. Hingga kini, masih banyak keraguan masyarakat, akademisi dan bahkan dunia olahraga tentang bisa atau tidaknya diselenggarakan PON Aceh.

Bagaimana tidak, sampai saat ini Pemerintah Pusat belum mengalokasikan dana untuk perhelatan PON di Aceh. Ditambah lagi, venue utama yang direncanakan sebelumnya dibangun kini telah disepakati hanya rehab.

Diketahui, pembangunan arena PON 2024 mencapai Rp2,4 triliun. Dari jumlah tersebut, hanya Rp883 juta menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2023.

Kemudian, untuk menutupi kekurangan tersebut, kabarnya sebesar Rp1,2 triliun dibebankan dari keuangan daerah lewat APBA. Tentunya pembiayaan PON tersebut akan menyedot Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) yang tentunya akan merugikan masyarakat Aceh.

Betapa tidak adilnya Pemerintah Pusat terhadap PON Aceh, umpama siang dan malam, bila dibandingkan dukungan Pemerintah Pusat pada PON Papua. Kebijakan diskriminatif yang kurang berpihak ini tentu saja, menui kritikikan dari kalangan masyarakat, politisi, akademisi dan olahragawan.

Pada Senin, (23/10/2023) ratusan pemuda menggelar aksi bakar ban di pintu masuk Kantor Gubernur Aceh. Massa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Pemuda Seramo Mekah menolak keras Pemerintah Aceh agar tidak menggunakan dana Otsus untuk penyelenggaraan PON tahun 2024.

Saat itu, massa juga meminta kepada Pemerintah Aceh untuk mendesak Pemerintah Pusat agar segera mengucurkan anggaran penyelenggaraan PON di Aceh tanpa menggunakan dana Otsus Aceh.

Mereka menilai, dana Otsus hanya boleh diperuntukkan untuk menyejahterakan masyarakat Aceh, bukan untuk penyelenggaraan PON.

“Karena itu, haram hukumnya jika digunakan untuk PON,” kata Koordinator Lapangan, T. Wariza Aris Munandar.

Begitu pun, masih menimbulkan perasaan miris dari kalangan dunia olahraga. Di samping tidak adanya pembangunan venue utama, publikasi terkait PON di tempat umum juga masih kurang.

Hal ini disampaikan Presiden Federasi Kurash Indonesia Mayjen TNI (Purn) TA Hafil Fuddin dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema, “Apa kabar PON Aceh-Sumut,” yang diselenggarakan oleh Forum Pemred SMSI Aceh, di Banda Aceh, Kamis (12/10/2023).

Dalam diskusi tersebut, Hafil menyebutkan, venue PON yang awalnya direncanakan dibangun, kini telah diputuskan hanya direhab saja. Tentunya hal ini sangat berbeda dengan tuan rumah PON sebelumnya, ada pembangunan venue utama.

“Judulnya direhab ini sedih kita dengarnya. Seperti tidak ada perhatian sama sekali,” sebutnya.

Selain pembangunan venue, masalah anggaran, dalam diskusi tersebut juga berkembang tentang penghentian pembiayaan pembinaan lanjutan yang akhirnya diserahkan kepada Cabor masing-masing. Dampak dari penghentian tersebut ditakutkan akan berpengaruh terhadap prestasi atlet-atlet Aceh.

Beberapa polemik PON Aceh yang muncul bahkan disebut-sebut miris dan berjalan lamban, tentunya ditepis oleh Pemerintah Aceh. Bahkan, Pemerintah Aceh optimis untuk menyelenggarakan event olahraga terbesar di Indonesia itu.

Pemerintah Aceh mengaku siap mengikuti kebijakan fiskal daerah dan pusat, serta berupaya meminimalisir penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) untuk PON.

Juru bicara pemerintah Aceh, Muhammad MTA, mengatakan bahwa PON merupakan program nasional yang dijemput oleh Aceh bersama Sumatera Utara sebagai tuan rumah. Meski ada beberapa kendala, seperti persoalan anggaran, Pemerintah Aceh tetap berkomitmen untuk melaksanakan PON 2024 dengan baik.

Menurut MTA, Pemerintah Aceh mendapatkan alokasi anggaran dari APBN tahun 2023 sebesar Rp800 miliar untuk PON. Namun, anggaran tersebut masih kurang untuk menutupi biaya penyelenggaraan yang estimasinya mencapai Rp1,2 triliun.

Untuk mengatasi kekurangan dana tersebut, Muhammad MTA mengatakan bahwa pemerintah Aceh juga akan melakukan sharing anggaran dengan Sumatera Utara sebagai tuan rumah bersama.

“Banyak orang mengatakan Pemerintah Aceh gunakan 1,2 triliun rupiah untuk PON, itu salah. Kekurangan anggaran penyelenggaraan 1,2 triliun rupiah itu bukan kegunaan anggaran APBA yang diribut-ributkan. Anggaran itu nantinya berasal dari berbagai sumber termasuk Pemerintah pusat. Selain itu, misalnya dari kontingen, sponsor, penjualan tiket, teknisnya akan didiskusikan oleh PB PON” jelasnya.

Sekali lagi dia menegaskan, bahwa pemerintah Aceh akan meminimalisir penggunaan APBA untuk PON karena ini merupakan program nasional.

“Kalau melihat estimasi waktu, tidak ada alasan Aceh tidak siap. Dan pemerintah Aceh berusaha bagaimana APBA digunakan seminimal mungkin,” tuturnya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER