Banda Aceh (Waspada Aceh)- Pembangunan kesehatan masyarakat merupakan salah satu program yang diprioritaskan Pemerintah Aceh. Upaya kesehatan tidak hanya pada penyembuhan penyakit (kuratif), melainkan lebih mengutamakan pada upaya pencegahan penyakit (promotif dan preventif).
Hal tersebut dikemukakan Kepala Dinas Kesehatan Aceh, dr. Hanif, mewakili Plt Gubernur Aceh, pada Syiah Kuala Konferensi Internasional Perkembangan Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Ke- 3 Tahun 2019, di AAC Dayan Dawood Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Rabu (9/10/2019).
Turut hadir dalam acara tersebut, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI, Oscar Primadi, Wakil Ketua Tim Penggerak PKK Aceh, Dyah Erti Idawati dan Rektor Unsyiah, Prof Samsul Rizal. Konferensi itu, juga dirangkai dengan kegiatan Forum Kesehatan Masyarakat Nasional ke 2 dan Forum Keluarga Kedokteran ke 1.
Hanif mengatakan, terdapat sejumlah penyakit yang mendominasi masyarakat Aceh. Salah satunya adalah penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi. Penyakit tersebut, lanjut dia, dapat memicu penyakit lain seperti jantung, stroke dan ginjal.
“Selain itu, masalah gizi buruk juga menjadi persoalan di daerah ini, karena pola makan dan perawatan anak belum sejalan dengan gaya hidup sehat. Karena itu, angka stunting di Aceh masih tinggi,” tutur Hanif.
Oleh sebab itu, kata Hanif, selain meningkatkan pelayanan kesehatan, Pemerintah Aceh juga terus berupaya memperbaiki gizi dan meningkatkan kesadaran akan hidup sehat bagi masyarakat.
Hanif juga mengapresiasi konferensi kesehatan yang digelar Unsyiah itu. Menurutnya, acara tersebut merupakan bagian dari langkah pembangunan kesehatan di Aceh melalui memperbanyak kajian, penelitian, dan diskusi.
“Konferensi ini saya harapkan bisa merumuskan pola asuh terbaik untuk anak usia dini, sehingga bisa menjadi acuan bagi setiap keluarga dalam merawat dan menjaga anaknya. Dengan demkian, sejak dini kita bisa menyiapkan SDM berkualitas, sehingga kelak Aceh memiliki generasi muda yang cerdas, sehat dan berdaya saing tinggi,” kata Hanif.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI, Oscar Primadi, mengatakan 30 tahun terkahir ini terjadi pola perubahan penyakit dalam masyarakat. Di tahun 1990 penyakit menular seperti demam, infeksi saluran pernapasan, diare dan tuberculosis merupakan penyakit tertinggi dialami masyarakat.
“Namun sejalan dengan perubahan demografi, ekonomi, budaya dan teknologi, sejak 2010 penyakit tidak menular seperti darah tinggi, stroke, ginjal, jantung, kanker dan lainnya menjadi kasus penyakit paling banyak di Indonesia,” kata Oscar.
Kemudian, lanjut dia, angka kematian ibu dan bayi juga masih relatif tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, kata Oscar, pemerintah terus meningkatkan alokasi anggaran di sektor kesehatan sebagai salah satu langkah dan upaya pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan, obat, dan sumber daya tenaga kesehatan bagi masyarakat. Dengan demikian, diharapkan dapat meminimalisir penyakit yang dialami masyarakat.
Menurut Oscar, berbagai upaya pembangunan kesehatan yang dilakukan pemerintah telah mencapai pada titik keberhasilan. Hal itu terbukti dari nilai Indeks Pembangunan Manusia Indonesia meningkat dari 69, 5 tahun 2015 menjadi 71, 39 di tahun 2018. Selain itu, angka harapan hidup juga meningkat, dari 70,7 tahun di 2015 menjadi 71,2 tahun di 2018.
Dalam kesempatan itu, Sekjen Kemenkes RI itu mengapresiasi konferensi kesehatan yang digelar Unsyiah. Menurutnya acara tersebut merupakan salah satu peran perguruan tinggi dalam membangun kesehatan masyarakat Indonesia.
“Marilah kita manfaatkan pertemuan ini dengan berdiskusi aktif dan mencari solusi untuk perbaikan di masa mendatang. Saya berharap apa yang disampaikan hari ini dapat bermanfaat bagi hadirin sekalian, semoga upaya peningkatan kesehatan masyarakat Indonesia dapat berimbas pada peningkatan kualitas sumber daya manusia,” tutur Oscar. (Ria/ks)