Banda Aceh (Waspada Aceh) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh resmi menahan dua tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan pada Balai Guru Penggerak (BGP) Aceh untuk Tahun Anggaran 2022 hingga 2023.
Kedua tersangka berinisial TW dan M merupakan ASN yang menjabat sebagai Kepala BGP dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Penahanan terhadap kedua tersangka berlangsung pada Senin (23/6/2025) setelah keduanya menjalani pemeriksaan kesehatan di Klinik Adhyaksa Pratama Kejati Aceh dan dinyatakan dalam kondisi sehat. Penahanan dilakukan untuk 20 hari ke depan di Lapas Kelas III Lhoknga dan selanjutnya apabila kepentingan pemeriksaan belum selesai maka dapat diperpanjang selama 40 hari.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Aceh, Muhammad Ali Akbar, dalam konferensi pers pada Senin (23/6/2025), menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah diperoleh bukti permulaan yang cukup. Penetapan ini berdasarkan keterangan saksi, ahli, dokumen, serta barang bukti, termasuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif BPK RI Nomor: 87/LHP/XXI/12/2024 tertanggal 31 Desember 2024.
Dalam laporan tersebut ditemukan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp4.172.724.355,00. Modus operandi korupsi yang dilakukan berupa mark-up biaya kegiatan fullboard meeting, penerimaan cashback oleh pejabat, serta penginapan fiktif dalam laporan perjalanan dinas.
Tersangka TW, yang menjabat sebagai Kepala BGP sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), diduga kuat menunjuk M sebagai PPK dalam pelaksanaan anggaran tahun 2022 dan 2023. Dalam dua tahun tersebut, BGP Aceh menerima alokasi anggaran dari APBN senilai lebih dari Rp76 miliar.
“Atas perbuatannya, kedua tersangka tersebut dipersangkakan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana seumur hidup atau minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara, subsidair: Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU Tipikor sebagaimana telah diubah, dengan ancaman pidana minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun penjara,” jelasnya.
Selain penahanan, kata Ali Akbar, Kejati Aceh juga telah menyita dan menerima pengembalian uang sebesar Rp1.839.566.828,00 dari kedua tersangka. Uang tersebut telah dititipkan di rekening penitipan Kejati Aceh (RPL001 KTACEH) untuk kepentingan proses hukum lebih lanjut.
Penahanan ini dilakukan atas pertimbangan kekhawatiran bahwa para tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatan serupa, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 KUHAP. Ditambah lagi, kata Ali Akbar status TW dan M yang masih aktif sebagai PNS juga dinilai berpotensi mengganggu jalannya proses penyidikan melalui intervensi terhadap saksi-saksi.
“Terlebih pada saat ini dalam proses penelitian oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap pengiriman Berkas Perkara hasil Penyidikan (Tahap I),” tutupnya. (*)