Banda Aceh (Waspada Aceh) – Kejaksaan Tinggi Aceh menetapkan mantan Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Aceh Tamiang yang juga mantan Bupati Aceh Tamiang, Mur, sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penguasaan lahan eks HGU PT DJAJ dan PT DJAM serta penerbitan beberapa sertifikat hak milik atas tanah negara.
Selain Mur, Kejati juga menetapkan dua tersangka lainnya yaitu, TY selaku Direktur PT DJ Alur Meranti dan TR selaku penerima ganti rugi pengadaan tanah untuk pembangun Makodim Aceh Tamiang.
Penetapan ketiga tersangka ini setelah penyidik melakukan proses penyelidikan hingga ditemukan alat bukti yang cukup untuk menetapkan para tersangka.
“Bahwa dari hasil pelaksanaan ekspose berdasar bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tiga tersangka sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap tindak korupsi penguasaan lahan eks HGU serta penerbitan beberapa sertifikat hak milik atas tanah negara,” kata Kasi Penkum Kejati Aceh Ali Rasab, Rabu (12/4/2023).
Menurut Ali Rasab, para tersangka melanggar Pasal 2 Jo Pasal 3 UU TIPIKOR jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini, lanjut Ali, ketiga tersangka memiliki peran masing-masing. Mur melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan sertifikat hak milik di atas tanah negara dengan tujuan untuk dijual kembali kepada negara. Kemudian memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik.
Sementara TY, melakukan musyawarah dengan panitia pengadaan tanah tanpa kuasa pemegang hak dan alas hak serta menerima pembayaran ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum dari tanah negara. Selanjutnya ia juga memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik.
Sedangkan, TR mengajukan permohonan sertifikat hak milik di atas tanah negara dengan tujuan untuk dijual kembali kepada negara. Kemudian mengajukan dan menerima pembayaran ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Di samping itu, juga memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik.
Adapun kronologinya, tambah Ali, pada tahun 2009 TR mengajukan permohonan sertifikat hak milik di atas tanah negara yang berdekatan dengan lahan eks HGU PT DJAM dengan tujuan untuk mendapatkan pembayaran dari pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang.
Dikarenakan asal muasal tanah tersebut merupakan tanah negara, TR dibantu oleh Mur yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kantor Pertanahan Aceh Tamiang Tahun 2009 dengan membuat permohonan kepemilikan hak tanah dengan tujuan untuk bertani dan berkebun. Setelah terbit sertifikat pada tanggal 5 Juni 2009, selang beberapa hari Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi kepada TR atas tanah tersebut seharga Rp6,4 miliar.
Kata Ali Rasab, pelaksanaan kegiatan usaha perkebunan dalam kurun tahun 1988 hingga sekarang, PT. DJAM dan PT DJAJ dalam beberapa tahun tidak memiliki alas hak dan atau perizinan dalam melaksanakan usaha perkebunan,” jelas Ali.
Atas dasar itu, PT DJAM dan PT DJAJ mendapatkan keuntungan ilegal yang berasal dari pelaksanaan kegiatan usaha perkebunan secara melawan hukum.
“Seharusnya mereka tidak berhak menerima ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang tahun 2009 yang berdampak pada kerugian keuangan negara dan perekonomian negara yang berkisar Rp64 miliar,” kata Ali Rasab.
Mengutip kba.one, Mursil, melalui pesan Whatsapp menjelaskan, “Malam ini saya ke Banda Aceh mau melapor ke Mapolda tentang pencemaran nama baik.”
Dia menyampaikan hal itu kepada kba.one, Rabu 12 April 2023, pukul 19.47 WIB. Tapi, Mursil tak menjelaskan siapa yang akan dia laporkan. (*)