Senin, November 25, 2024
spot_img
BerandaKejati Aceh Akhirnya Tahan Mantan Bupati Mursil Selama 20 Hari di Rutan...

Kejati Aceh Akhirnya Tahan Mantan Bupati Mursil Selama 20 Hari di Rutan Kajhu

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh akhirnya menahan mantan Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Aceh Tamiang yang juga mantan Bupati Aceh Tamiang, Mursil, selama 20 hari di Rutan Kelas II B Banda Aceh, sejak Selasa (6/6/2023).

Selain Mursil, Kejati juga menahan dua tersangka lainnya, TY selaku Direktur PT DJAM dan TR selaku penerima ganti rugi pengadaan tanah untuk pembangun Makodim Aceh Tamiang. Ketiga orang tersebut ditahan sebagai tersangka korupsi penguasaan lahan eks HGU PT DJAJ dan PT DJAM serta penerbitan beberapa sertifikat hak milik atas tanah negara.

Plh Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh, Deddi Taufik, mengatakan, tindakan penahanan itu sesuai dengan surat panggilan terhadap para tersangka. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap para tersangka pada Selasa (6/6/2023). Selanjutnya para tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung dari tanggal 6 – 25 Juni.

Adapun pasal yang disangkakan, lanjut Deddi, yaitu primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Adapun kronologinya, lanjut Deddi, pada tahun 2009 TR mengajukan permohonan sertifikat hak milik di atas tanah negara yang berdekatan dengan lahan eks HGU PT DJAM dengan tujuan mendapatkan pembayaran dari pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang.

Dikarenakan asal muasal tanah tersebut merupakan tanah negara, TR dibantu oleh Mursil yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kantor Pertanahan Aceh Tamiang Tahun 2009. Setelah terbit sertifikat pada tanggal 5 Juni 2009, selang beberapa hari Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi kepada TR atas tanah tersebut seharga Rp6,4 miliar.

Atas dasar itu, PT DJAM dan PT DJAJ diduga mendapatkan keuntungan ilegal yang berasal dari pelaksanaan kegiatan usaha perkebunan tanpa memiliki Hak Guna Usah (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP). Selain itu, kedua perusahaan tersebut juga tidak melaksanakan 20 persen program kemitraan masyarakat atau dikenal dengan istilah plasma. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER