Banda Aceh (Waspada Aceh) – Pada Diskusi Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Lingkar Media, yang dilaksanakan Selasa (5/1/2022) di Kantor SMSI Pusat, para narasumber mengatakan Kehadiran Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) yang dibentuk oleh Ketua Umum SMSI Firdaus merupakan langkah yang tepat di tengah maraknya pelanggaran hak asasi manusia (HAM), terutama yang terjadi di media sosial.
Dalam diskusi yang berlangsung hybrid-online dan offline tersebut, mengemukakan bahwa LKBH bentukan SMSI akan melayani pendampingan SMSI beserta anggotanya, wartawan, dan sumber berita media milik anggota SMSI yang dipersoalkan secara hukum.
“Kehadiran LKBH SMSI ini sangat penting, guna membantu teman-teman kalau membutuhkan bantuan. Karena sangat penting, maka LKBH ini strukturnya di bawah Ketua Umum SMSI,” kata Firdaus dalam sambutannya mengawali diskusi tersebut.
Henry Subiakto sebagai pemateri memaparkan pentingnya LKBH di era media digital dan maraknya media sosial. Henry mengungkapkan tahun 2020 ada 10 wartawan terjerat undang-undang ITE, kemudian tahun berikutnya 2021 ada 15 wartawan tersangkut pelanggaran kasus ITE. Para wartawan itu umumnya bermain di media sosial.
Henry menuturkan, wartawan perlu menghindari aktif secara individual dalam media sosial, agar tidak masuk dalam pusaran tarik-menarik dua kekuatan ideologis.
“Kalau pekerjaan mereka sebagai wartawan di media pers tidak ada masalah. Terutama yang sudah terverifikasi Dewan Pers, tidak terkena undang-undang ITE. Karena ada undang-undangnya sendiri, yaitu Undang Undang 40/1999 tentang Pers,” ucapnya.
Jika wartawan melanggar kode etik, kemudian ada pengaduan oleh pihak yang dirugikan, maka pengaduan itu, kata Henry, disampaikan kepada Dewan Pers untuk dimediasi. Karena sengketa pers tidak boleh langsung dilaporkan kepada polisi, karena ada MoU antara Dewan Pers dan pihak kepolisian.
Selain itu ada surat edaran Mahkamah Agung yang menyebut perlunya saksi ahli pers kalau ada sengketa pers sampai masuk ke pengadilan. Walaupun demikian, pesan Henry, wartawan harus menaati kode etik jurnalistik dan undang-undang pers.
Sementara Taufiqurokhman menekankan pentingnya LKBH di lembaga organisasi pers seperti SMSI didukung semua pihak. Hal ini penting guna menghadapi banyak hal menyangkut perlindungan hukum, terutama pembelaan terhadap yang lemah.
“Keberadaan LKBH sangat penting di tengah masyarakat, mengingat prinsip persamaan di depan hukum. Apalagi sebagian besar anggota masyarakat kita masih hidup di bawah garis kemiskinan dan minimnya pengetahuan hukum masyarakat, LKBH harus lebih aktif dalam membantu masyarakat,” kata Taufiqurokhman.
Di samping itu, dua advokat yang hadir sebagai pembicara Silvi S Haiz dan Usman HP, menjelaskan teknis dan persyaratan yang ditempuh oleh masyarakat atau insan pers ketika mengajukan permohonan bantuan kepada LKBH.
“Semua ada mekanismenya. Bahkan kalau mau gratis pun bisa, dengan mengurus surat miskin terlebih dulu. Masyarakat akan dibebaskan dari biaya,” tutur Usman HP.
Untuk memperoleh keterangan semua itu, jelas Usaman HP, masyarakat dipersilakan mengunjungi kantor lembaga bantuan hukum untuk sekadar bertanya atau konsultasi.
Silvi menekankan pentingnya layanan LKBH SMSI pada pendampingan kepada warga SMSI dan masyarakat. “Kita melayani semuanya,” sebut Silvi.
Sekretaris Jenderal SMSI, Mohammad Nasir, dalam pengantar diskusinya, menyatakan prihatin ketika demokrasi sedang marak justru terjadi tekanan dan ketegangan di mana-mana. Pelaksanaan demokrasi berlebihan sehingga jatuh pada pelanggaran hak asasi manusia. Bahkan di ruang publik media sosial, sering terjadi bullying terhadap ucapan seseorang yang tidak disukai.
“Kebenaran tidak dijadikan perhatian utama di ruang publik media sosial, tetapi mendasarkan pada suka dan tidak suka terhadap siapa yang bicara. Siapa yang kuat, merekalah yang menang. Ini seperti zaman barbar ketika belum ada hukum. Di sinilah LKBH dibutuhkan untuk menjaga jangan sampai terjadi pelanggaran hak asasi manusia,” kata Nasir. (Kia Rukiah)