Banda Aceh (Waspada Aceh) – Pusat Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Syiah Kuala (USK) mengecam keras maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak di Aceh. Pusham meminta penegakan hukum yang maksimal bagi para pelaku dan adanya pemulihan bagi para korban.
Ketua Pusham USK, Khairani, mengatakan bahwa dalam beberapa hari terakhir terjadi sejumlah kasus kekerasan seksual kepada anak. Beruntunnya kasus kekerasan seksual ini memperlihatkan anak-anak semakin rentan menjadi korban di berbagai kondisi, situasi, dan lokasi.
Salah satu kasus yang mengegerkan adalah penangkapan seorang ayah yang memperkosa anaknya berusia 14 tahun hingga melahirkan di Aceh Besar. Selain itu, ada juga laporan tentang oknum pimpinan dayah yang melakukan pelecehan seksual terhadap santrinya di Langsa.
“Kasus-kasus yang baru ini terjadi sangat disayangkan. Kami berharap agar penegakan hukum diberikan dan pelaku dihukum berat,” kata Khairani kepada Waspadaaceh.com, Rabu (01/11/2023).
Menurut Khairani, Pusham fokus pada riset mengenai pemenuhan hak anak termasuk hak anak korban kekerasan. Ia mengatakan bahwa mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak tergantung pada penegakan hukumnya. Ia mendorong agar penegakan hukum kasus kekerasan terhadap anak di Aceh perlu diperbaiki.
“Kami banyak melihat saat ini kasus pelaku kekerasan terhadap anak malah pelakunya dibebaskan. Ini terkait dengan dualisme hukum di Aceh yang masih menjadi perbincangan. Ada qanun jinayat yang satu menggunakan UU Perlindungan Anak.,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa Mahkamah Agung telah mengatakan bahwa kasus kekerasan terhadap anak menggunakan UU Perlindungan Anak. Namun, dalam praktiknya masih banyak kasus kekerasan terhadap anak ini tidak dihukum secara maksimal. “Sehingga kasus seperti ini masih saja berjalan,” katanya.
Khairani juga menekankan pentingnya upaya pencegahan di komunitas untuk melindungi anak dari kekerasan. Ia mengatakan bahwa proses pengawasan dan pemberdayaan anak perlu berjalan dengan baik. “Membangun mekanisme di komunitas cara pencegahan perlindungan anak,” tuturnya.
“Penegakan hukum harus maksimal sehingga pelaku mengalami efek jera dan tidak mengulangi perbuatannya lagi. Juga perlu pemulihan kepada korban dan pemulihan kepada pelaku,” tuturnya. (*)