Banda Aceh (Waspada Aceh) – Dinas Kesehatan Aceh mencatat adanya peningkatan signifikan kasus penyakit influenza musiman atau flu, hampir seluruh wilayah Aceh selama bulan September hingga Oktober 2025.
Data Dinas Kesehatan Aceh menunjukkan, pada periode Januari hingga April 2025, kasus influenza masih relatif stabil di bawah 100 kasus per kelompok umur. Namun memasuki Agustus, angka kasus mulai meningkat, dan mencapai puncaknya pada September 2025 dengan total ratusan kasus di berbagai kelompok usia.
Rinciannya, kasus pada lansia (≥60 tahun) tercatat sekitar 650 kasus, dewasa (19–59 tahun) sekitar 400 kasus, dan anak-anak (0–<5 tahun) sekitar 250 kasus. Kenaikan tersebut terpantau melalui laporan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di sejumlah kabupaten/kota, termasuk Banda Aceh, Aceh Tengah, dan Aceh Utara.

Menanggapi lonjakan tersebut, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Aceh, Dr. Imam Murahman, mengatakan hingga saat ini belum ada laporan kematian akibat influenza di Aceh sepanjang periode tersebut. Meski demikian, masyarakat diimbau tetap waspada terhadap penularan virus influenza.
“Memang terjadi peningkatan kasus ISPA yang kemungkinan besar terkait influenza musiman, terutama pada bulan September dan Oktober. Meski demikian, belum ditemukan kasus kematian,” ujar Dr. Imam kepada Waspadaaceh.com, Senin (3/11/2025).
Menurutnya, influenza adalah penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan B. Dua tipe ini yang paling sering menyebabkan epidemi musiman di dunia.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap tahun terdapat 3–5 juta kasus flu berat secara global, dengan 290.000 hingga 650.000 kematian akibat komplikasi flu musiman.
Gejala dan Risiko
Dr. Imam menjelaskan gejala utama influenza meliputi batuk parah, demam, sakit tenggorokan, nyeri otot, kelelahan, dan sakit kepala. Penyakit ini dapat menjadi berat, terutama pada lansia, anak-anak di bawah lima tahun, ibu hamil, dan penderita penyakit kronis seperti jantung, paru, ginjal, diabetes, atau gangguan kekebalan tubuh.
“Pada kasus berat, influenza dapat menyebabkan pneumonia, sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), hingga sepsis,” jelas Dr. Imam.
Sebagian besar kasus influenza didiagnosis secara klinis berdasarkan gejala. Namun untuk memastikan, jenis virus, pemeriksaan laboratorium juga dapat dilakukan.
“Beberapa metode pemeriksaan meliputi, RT-PCR (NAAT) untuk mendeteksi RNA virus influenza A dan B, Rapid Influenza Diagnostic Test (RIDT) untuk deteksi antigen virus dan kultur virus untuk kepentingan surveilans dan karakterisasi virus,” jelasnya.
Kebanyakan penderita flu akan sembuh dalam waktu sekitar satu minggu tanpa pengobatan khusus. Namun, penggunaan obat antivirus disarankan bagi pasien dengan kondisi berat atau yang berisiko tinggi mengalami komplikasi serius.
Vaksinasi dan Pencegahan
Dr. Imam menegaskan pentingnya vaksinasi influenza tahunan sebagai langkah pencegahan paling efektif. Vaksin direkomendasikan untuk kelompok rentan seperti wanita hamil, anak-anak usia 6 bulan–5 tahun, lansia (di atas 65 tahun), penderita penyakit kronis (diabetes, jantung, paru), dan tenaga kesehatan.
Selain vaksinasi, masyarakat juga diimbau untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan cara, mencuci tangan secara teratur, menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin, jika sakit tetap berada di dalam rumah dan hindari kontak dengan orang yang sedang sakit serta menghindari kerumunan.
“Langkah pencegahan sederhana tetap menjadi kunci utama. Jangan menyepelekan flu, karena bisa berakibat fatal bagi kelompok rentan,” tutupnya. (*)



