Minggu, Mei 19, 2024
Google search engine
BerandaKarimun Usman Harap Tokoh Aceh Beri Kesaksian di Depan Presiden Terkait Pelanggaran...

Karimun Usman Harap Tokoh Aceh Beri Kesaksian di Depan Presiden Terkait Pelanggaran HAM Berat 

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Menjelang kunjungan Presiden RI Jokowi ke Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, sesepuh sekaligus politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Karimun Usman, berharap tokoh masyarakat memberikan kesaksian terkait pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Jokowi dikabarkan, akan melakukan kunjungan ke Aceh pada Selasa (27/6/2023). Jokowi hadir ke Aceh untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu secara non yudisial.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi mengakui adanya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu. Dari jumlah tersebut tiga di antaranya terjadi di Aceh, yakni Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989, Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999 dan Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

Karimun Usaman menyebutkan rencana peninjauan Presiden RI Jokowi ke Rumoh Gedung Pidie adalah perjalanan untuk menelusuri jejak pelanggaran HAM di Aceh.

Hal ini sebenarnya sudah pernah dirintis oleh Amran Zamzami yang kala itu sebagai ketua tim pada tahun 2001-2004 yang dibentuk pemerintah. Namun, tidak tuntas dan tidak ada kejelasan sama sekali.

“Presiden sendiri turun tangan dan telah menunjuk Menko Polhukam, sebagai Ketua Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM berat. Ini merupakan harapan semua masyarakat Aceh tentang siapa pelanggar HAM di Aceh,” jelasnya.

Karena itu, dia sebagai Wantim PDIP Aceh, berharap para tokoh masyarakat jangan segan-segan memberikan kesaksian siapa pelakunya, apakah pihak pemerintah (TNI – Polri) atau pihak Aceh Merdeka.

Dia menyebutkan, di Aceh terjadi pembunuhan massal, bukan hanya di Rumoh Geudong tetapi juga terjadi di beberapa tempat lainnya.

Karena itu, dia berharap dengan turun langsung Presiden Jokowi ke Aceh, pelanggaran tersebut dapat selesai dan diketahui kebenarannya langsung dari para penderita dan masyarakat yang mengalaminya.

“Kami sangat berkepentingan sebagai warga PDIP Aceh. Karena Selama ini yang berkembang sejak tahun 2004 sampai sekarang adalah Megawati dan PDIP adalah pembunuh rakyat Aceh,” tegasnya.

Padahal, kata Karimun, saat kepemimpinan Megawati dan SBY sebagai Menko Polhukam waktu itu terus melakukan usaha perdamaian. Sehingga, ditetapkan Darurat Militer yang panglimanya adalah Pangdam Iskandar Muda.

“Tahun 2004 dicabut status Darurat Militer dan ditunjuk Abdullah Puteh jadi pelaksana darurat sipil,” ungkapnya.

Dalam usaha perdamaian, tambah Karimun, telah terjadi dua kali, namun warga PDIP tetap saja dituduh pembunuh rakyat Aceh. Padahal semua masyarakat tau bahwa, pembunuhan rakyat Aceh adalah masa Daerah Operasi Militer (DOM) tahun 1987-1998. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER