Banda Aceh (Waspada Aceh) – Meski pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Aceh terbilang masih lama, namun gonjang- ganjing kandidat bakal calon (Balon) Gubernur Aceh sudah mulai mencuat ke permukaan.
Namun pengamat politik menilai, sosok kandidat yang kini mengemuka, belum memiliki gagasan yang jitu dan menarik untuk menyelesaikan persoalan Aceh. Sampai sejauh ini ada beberapa nama yang muncul, antara lain Abdullah Puteh, anggota DPD RI, M.Nasir Djamil, anggota DPR RI, Muzakir Manaf, Ketua DPA Partai Aceh, Sudirman atau Haji Uma, anggota DPD RI, Aminullah, mantan Wali Kota Banda Aceh dan Yusuf A. Wahab atau Tu Sop, tokoh NU Aceh.
Kemunculan nama-nama balon Gubernur Aceh masih belum mengerucut. Hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sudah terang-terangan mengusung kandidatnya untuk maju pada Pilgub 2024, yaitu M. Nasir Djamil.
Pengamat politik dari Universitas Abulyatama (Unaya), Usman Lamreung, menyebutkan dari nama-nama balon gubernur yang muncul masih belum terlihat ada gagasan menarik untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang ada di Aceh, salah satunya tentang kemiskinan.
Kepada Waspadaaceh.com, Kamis (6/4/2023), Usman Lamreung mengatakan, gerak-gerik calon tersebut baru terlihat ikut berpartisipasi mencalonkan diri sebagai kandidat balon Gubernur Aceh pada Pilkada tahun 2024.
“Namun pendekatan yang mereka lakukan masih standar dan bersifat seremonial, seperti safari Ramadhan, kegiatan sosial dan semacamnya. Belum ada berani menyampaikan visi-misi yang jelas di depan publik,” kata Usman Lamteung.
Sehingga pengamat politik ini menyimpulkan bahwa para calon yang kini muncul ke publik belum mempunyai gagasan yang konkret, konsep yang matang serta belum memiliki ide yang kreatif.
“Kita coba untuk menganalisis kegiatan mereka yang kemudian mengidentifikasi bahwa mereka belum punya gagasan yang konkret. Hanya pada kegiatan yang bersifat seremoni seperti safari Ramadhan,” sebutnya.
Gagasan tersebut, lanjut Usman, tidak dikemas dengan baik apa yang menjadi target bila mereka mencalonkan diri sebagai Gubernur Aceh. Sehingga audien atau masyarakat Aceh tidak melihat gagasan apa yang menjadi dasar mereka mencalonkan diri sebagai Gubernur Aceh.
“Ini yang sebenarnya perlu kita dorong. Artinya kalau hari ini di antara calon tidak kita pahami apa tujuan, bagaimana gagasan dan visinya dikhawatirkan seperti membeli kucing dalam karung,” tuturnya.
Sangat disayangkan, kata dia, jika hal ini terjadi, karena pesta demokrasi hanya terjadi lima tahun sekali. Dalam kurun waktu lima tahun masyarakat menggantungkan harapan adanya perubahan untuk Aceh.
Menurut Usman Lamreung, banyak persoalan Aceh yang belum terselesaikan, seperti kemiskinan. Hal ini tidak bisa dinafikan, ada pengaruh dari lima tahun sebelumnya.
Karena itu, ia mendorong kandidat ini punya gagasan yang jelas, konsep dalam menyelesaikan Aceh yang kini tidak baik-baik saja serta mau dibawa kemana Aceh lima tahun ke depannya
“Bagaimana cara kandidat ini membangun Aceh mendatang, strategi mengentaskan kemiskinan, kemudian membuka lapangan kerja, penguatan ekonomi masyarakat dan penguatan pendidikan,” sebutnya.
Di samping itu, ia juga mendorong kampus untuk berkontribusi mempertemukan para kandidat yang maju melalui ajang debat maupun seminar atau diskusi untuk membuka tabir apa yang menjadi konsep mereka.
Padahal, kata dia, di antara mereka ada yang sudah pernah menjabat sebagai Gubernur Aceh periode yang lalu, seperti Abdullah Puteh dan Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf. Jika dilihat mereka ini punya potensi lebih, namun sampai detik ini tidak terlihat gagasan yang konkret.
Muzakir manaf saat ini masih mengandalkan mesin politik dari PA yang punya basis kuat dari tingkat atas sampai ke bawah. Tapi perlu diingat eksistensi PA juga menurun.
“Jika Muzakir Manaf tidak melakukan konsolidasi, mereka juga bisa saja kalah tapi tergantung momentum yang mereka gunakan,” sebutnya.
Selanjutnya, Abdullah Puteh, jika dilihat dari kemampuannya adalah seorang organisator, yang punya banyak pengalaman dan jaringan dari pusat. Ditambah lagi pengalamannya sebagi Gubernur Aceh tentu punya potensi, tapi kemudian tergantung bagaimana dia melakukan pendekatan kepada masyarakat.
Menurutnya, simpul-simpul politik tidaklah cukup, karena itu harus diperkuat dengan gagasan dan visi dalam membangun Aceh masa depan. Pendekatan, visi misi, gagasan, ide yang bagus penting diutarakan agar masyarakat paham tokoh ini punya potensi dan berkualitas
Nasir Djamil Balon dari PKS
Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Bardan Sahidi menyebutkan, saat ini tidak berbicara kriteria calon Gubernur Aceh lagi namun langsung menyebut orangnya.
Dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sendiri, lanjut Bardan, mengusung M.Nasir Djamil untuk maju sebagai calon Gubernur Aceh.
“Sebagai kader partai kami bersiap memenangkan bang Nasir sebagai calon Gubernur Aceh pada Pilkada 2024,” tegasnya.
Bardan selaku anggota dewan dari wilayah tengah menyebutkan, semaksimal mungkin akan menyakinkan masyarakat Aceh Tengah dan Bener Meriah bahwa Nasir Djamil layak dipilih dan punya kapasitas untuk menjadi calon Gubernur Aceh.
“Menang kalah tetap Nasir Djamil. Sudah tepat itu Nasir Djamil, tinggal kita cari wakilnya untuk dipasangkan sebagai calon Gubernur Aceh,” jelasnya.
Sampai saat ini, lanjut Bardan, PKS siap berkoalisi dan bersinergi dengan semua partai manapun. Baik partai lokal maupun partai nasional untuk membangun Aceh menjadi lebih baik dan sejahtera.
Di samping itu, Bardan juga menyebutkan visi dari Nasir Djamil maju sebagai calon Gubernur Aceh tetap memprioritaskan kesejahteraan masyarakat Aceh dengan empat langkah. Pertama rakyat Aceh harus tidur nyenyak dalam artian menjaga keamanan, ketertiban dan perdamaian.
Kedua perut harus kenyang, artinya ketersediaan bahan pangan. Aceh sebagai lumbung pangan nasional harus tetap tersedia agar tidak ada lagi rakyat Aceh yang lapar ataupun stunting.
Selanjunya, kantong penuh. Artinya punya penghasilan sehingga bisa menyekolahkan anak serta berobat dan mampu berusaha.
“Kalau melihat kinerja, Nasir Djamil adalah sosok yang ideal dan tepat untuk memimpin Aceh lima tahun ke depan. Tentunya membangun Aceh juga tidak bisa sendiri harus dengan partai politik dan elemen masyarakat,” tutupnya. (*)