Selasa, April 30, 2024
Google search engine
BerandaAcehKalitbang MA Sebut Hukum Cambuk Bagi Pelaku Pelecehan dan Pemerkosaan Anak Tidak...

Kalitbang MA Sebut Hukum Cambuk Bagi Pelaku Pelecehan dan Pemerkosaan Anak Tidak Tepat

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Mahkamah Agung RI menilai pemberian uqbat (sanksi) cambuk bagi pelaku pelecehan dan pemerkosaan terhadap anak tidak tepat.

Hal itu diungkapkan peneliti Mahkamah Agung RI dalam Focus Group Discussion (FGD) di Banda Aceh, Rabu (6/10/2021). FGD bertema Formulasi Aksentuasi Jenis Uqubat Terhadap Pelaku Jarimah Pemerkosaan dan Pelecehan Seksual Terhadap Anak, dipimpin Nurul Huda selaku Koordinator Penelitian dari Hakim Tinggi Peneliti pada Puslitbang Mahkamah Agung RI.

FGD ini menghadirkan empat narasumber, Al‐Yasa Abubakar, Rosmawardani, Jufri Galib dan Jamil Ibrahim.

Kepala Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, Zarof Ricar mengatakan, salah satu ketentuan pidana  di Indonesia adalah Qanun Aceh. Formulasi yuridis ini diberlakukan khusus di Aceh. Namum selama ini menurutnya masih memiliki masalah.

“Berawal dari adanya beberapa putusan Mahkamah Syariah, yang disinyalir memiliki problem, utamanya terkait bentuk uqubat (sanksi) yang harus diterapkan kepada pelaku jarimah (delik) pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak,” tutur Zarof.

Zarof mengatakan, Pasal 47 dan 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, memberikan peluang kepada hakim untuk memilih jenis uqubat (sanksi), dapat berupa cambuk atau denda atau penjara.

Sementara pada ketentuan lain Pasal 73 ayat (3) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, menggariskan, dalam hal uqubat (sanksi) pada qanun bersifat alternative antara penjara, denda atau cambuk, maka yang dijadikan pegangan adalah uqubat (sanksi) cambuk.

Kemudian di sisi lain, Undang‐Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2016, mengamanatkan, bahwa anak sebagai tunas bangsa, merupakan generasi muda yang punya potensi sebagai penerus cita‐cita perjuangan bangsa harus mendapatkan perlindungan dari segi manapun.

Dia mengatakan, pelaku jarimah pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak, merupakan predator yang sangat menakutkan, yang menjadikan anak selaku korban. Korban akan mengalami traumatik, baik mental maupun fisik.

“Karena itu rasanya uqubat cambuk bagi terdakwa dirasa kurang tepat, sebab setelah terdakwa dicambuk dan kemudian bebas, akan menambah beban psikologis anak selaku korban, bila bertemu kembali dengan terdakwa,” ucapnya.

Oleh karena itu dia berpesan kepada koordinator peneliti dan tim, hendaknya persoalan ini menjadi perhatian, dan melakukan penelitian dengan cermat, hati‐hati dan bijak.

“Libatkan semua stakeholder terkait, supaya penelitian ini dapat
menghasilkan rumusan yang memberikan kontribusi bagi lembaga, dalam rangka terwujudnya keadilan hukum jinayat yang berprespektif demi kepentingan terbaik anak,” tutupnya. (Kia Rukiah)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER