Banda Aceh (Waspada Aceh) – Menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Aceh, Anggota DPR RI dari Aceh, Samsul Bahri alias Tiyong meminta kepada Kapolri agar bisa menambah pasukan ke Aceh.
Hal ini menurutnya perlu, mengingat Pilkada kali ini diikuti oleh dua pasangan calon yang di dalam kubu tersebut terdapat mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Sehingga potensi gesekan berpeluang besar terjadi.
Apalagi, kata Tiyong, dalam tiga bulan terakhir ini muncul berbagai isu teror dan intimidasi.
“Karena itu saya berharap Kapolri bisa menambah pasukan ke Aceh, bersinergi dengan TNI,” sebutnya.
Penambahan pasukan ini tidak hanya untuk pengawalan tempat pemungutan suara, tetapi juga pengawalan lingkungan masyarakat. Penambahan pasukan ini juga tidak perlu dilakukan di seluruh Kabupaten/kota di Aceh akan tetapi cukup di daerah-daerah yang rawan saja, seperti Aceh Utara, Pidie, Bireuen, Aceh Barat, Aceh Selatan dan beberapa daerah lainnya.
Menanggapi steatmen tersebut, Anggota Komisi Hukum DPR RI yang bermitra dengan Kepolisian RI, M Nasir Djamil menilai permintaan agar menjelang Pilkada Aceh adanya penambahan pasukan ke Aceh adalah absurd alias tidak mendasar.
Pasalnya, kata Nasir, personil kepolisian yang ada saat ini sudah cukup untuk mengawal dan memastikan Pilkada berlangsung damai. Permintaan penambahan pasukan untuk menjaga Pilkada di Aceh bukan ide yang konstruktif, justru ide itu seperti meremehkan keberadaan dan kekuatan polisi di Aceh.
“Saya pastikan Pilkada Aceh akan berjalan damai karena hal itu sudah menjadi komitmen Kapolri saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI beberapa waktu lalu,” ujar Nasir secara tertulis, Selasa (19/11/2024).
Pernyataan Nasir Djamil itu disampaikan untuk menanggapi anggota DPR RI asal Aceh Saiful Bahri alias Tiyong yang menginginkan penambahan pasukan polisi untuk mengamankan pilkada di Aceh.
Menurut Nasir, semua pihak bertanggungjawab untuk memastikan Pilkada berjalan tertib dan damai sesuai dengan harapan masyarakat.
Penyelenggara Pilkada yakni Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh bertanggungjawab penuh untuk menghadirkan Pilkada yang aman dan menyenangkan. Ide mendatangkan tambahan aparat polisi untuk mengawal Pilkada di Aceh, menurutnya justru merugikan citra Aceh di mata masyarakat nasional.
Nasir Djamil menilai, Aceh itu sudah aman. Orang di pusat juga tahu Aceh itu sudah kondusif. Walaupun menjelang Pilkada ada aksi intimidasi dan potensi keributan adalah hal yang biasa dalam sebuah pesta demokrasi.
“Tentu kita tidak benarkan tindakan anarkis. Polda Aceh beserta jajarannya hingga ke Polres sudah mengantisipasi TPS yang rawan,” tambahnya.
Nasir Djamil yang sudah memasuki lima periode di Komisi III DPR RI itu mengajak semua pemangku kepentingan untuk menghindari narasi dan tindakan yang merugikan Aceh.
“Jangan panik dan tetap yakin bahwa polisi mampu menjaga kamtibmas yang kondusif menjelang dan sesudah Pilkada di Aceh,” tutupnya. (*)