Aceh Besar (Waspada Aceh) – Menjelang waktu berbuka puasa, Rumah Makan Jambo Bak Trieng di Cot Irie, Aceh Besar, pelanggan silih berganti datang untuk membeli Kuah Beulangong khas Aceh.
Di depan warung, sebuah beulangong (kuali besar) berisi kuah dan daging tampak mengepul di atas tungku api.
Aroma khas rempah menyeruak, menggoda siapa saja yang melintas. Seorang pekerja tampak sibuk mengaduk kuah dengan kayu panjang, memastikan bumbu meresap sempurna ke dalam daging kambing yang dimasak sejak setelah asar.
Warung yang sudah berdiri selama 30 tahun milik Mahfud. Jambo Bak Trieng Special Kuah Beulangong dikenal sebagai salah satu tempat terbaik untuk menikmati Kuah Beulangong di kawasan Cot Irie. Warung ini telah melewati berbagai generasi pelanggan dan tetap bertahan dengan cita rasa khasnya.
Pada Minggu sore (9/3/2025), Mansur, salah satu karyawan, terlihat sibuk membungkus pesanan pelanggan.
“Ramadhan kali ini kami menjual Kuah Beulangong dagimg Kambing. Selama Ramadhan lerharimya kami memasak satu ekor kambing dengan berat sekitar 15 kilogram,” ujarnya.
Hidangan ini dijual dengan harga Rp35 ribu per porsi. Selain Kuah Beulangong, warung ini juga menawarkan Ayam Gulai Masak Aceh seharga Rp20 ribu dan Si Reboh, kuliner khas Aceh Besar dengan rasa asam yang dijual Rp35 ribu per porsi.
Dalam sehari, warung ini menghasilkan pendapatan lebih dari Rp5 juta. “Kalau sedang ramai, bisa lebih. Apalagi menjelang berbuka, orang-orang antre untuk membeli,” kata Mansur.
Keistimewaan Kuah Beulangong
Setiap daerah di Aceh memiliki cara memasak Kuah Beulangong yang berbeda. Di Cot Irie, Aceh Besar, kuahnya sedikit lebih cair karena menggunakan banyak kelapa gongseng (ue neulhe), yang memberikan rasa gurih dan aroma khas.
“Kalau di Indrapuri, kuahnya lebih kental karena mereka memakai lebih banyak kelapa giling,” jelasnya.
Perbedaan ini juga terjadi di berbagai kabupaten lain di Aceh. Setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri dalam mengolah Kuah Beulangong, tergantung bahan dan teknik memasaknya.
Kuliner yang Sarat Tradisi
Nama Beulangong berasal dari bahasa Aceh, yang berarti “kuali besar”, mencerminkan cara memasaknya yang menggunakan kuali besar agar bisa disajikan dalam jumlah banyak.
Kuah Beulangong biasanya dibuat dengan daging sapi atau kambing, dimasak dengan kuah kari kaya rempah. Selain daging, sering ditambahkan nangka muda atau pisang kepok, yang membuat teksturnya lebih beragam dan bumbu lebih meresap.
Hidangan ini bukan sekadar makanan, tetapi juga bagian dari tradisi masyarakat Aceh. Kuah Beulangong sering disajikan dalam acara Maulid Nabi, kenduri, pernikahan, dan khitanan, sebagai simbol kebersamaan dan syukur.
Selama Ramadhan, permintaan Kuah Beulangong meningkat tajam. Banyak warga yang menjadikannya hidangan berbuka puasa, baik untuk keluarga maupun sajian dalam acara berbagi di masjid dan meunasah. Tak heran, warung seperti Jambo Bak Trieng selalu kebanjiran pesanan setiap harinya. (*)