“Usaha para pengrajin ini adalah bagian dari upaya melestarikan budaya, sehingga keberadaan produk kerajinan lokal Aceh akan terus terjaga kelestariannya”
— Ketua Dekranasda Aceh, Dyah Erti Idawati —
Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Aceh, Dyah Erti Idawati, ketika mengunjungi Gampong Sagoe, Kecamatan Trienggadeng, Pidie Jaya, beberapa waktu lalu, mengatakan, dia sangat mendukung keberadaan para pengrajin di desa itu dan mendorong mereka (pelaku IKM) untuk terus produktif dan melahirkan berbagai kreasi baru sehingga memiliki daya saing yang tinggi.
Dyah mengunjungi Desa Sagoe di Kecamatan Trienggadeng yang merupakan Desa Kerajinan di bawah binaan Disperindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan) Aceh dan Dekranasda Aceh. Desa ini memiliki sumber bahan baku batang pandan yang berlimpah yang kemudian dimanfaatkan oleh para pengrajin untuk memproduksi berbagai produk kerajinan, seperti tikar, tas, kotak tisue, kotak air mineral gelas, hingga taplak meja.
Produk kerajinan berbahan baku pandan di sini telah menjadi sumber pendapatan ekonomi warganya sekitarnya. Sedikitnya 80 persen wanita di desa tersebut merupakan pengrajin pandan. Mereka tergabung di bawah Kelompok Tika Raja yang diketuai oleh Mainiar, seorang ibu rumah tangga. Mainiar tercatat sebagai pengrajin senior dan cukup kreatif dan inovatif dalam mengembangkan produk kerajinan kelompoknya.
Pada kesempatan itu Dyah menyampaikan, keberadaan Dekranasda adalah untuk memakmurkan pengrajin dan melestarikan budaya. Kedatangannya dan tim adalah bagian dari upaya Dekranasda dalam membina dan mendukung keberadaan para pengrajin.
“Usaha para pengrajin ini adalah bagian dari upaya melestarikan budaya, sehingga keberadaan produk lokal Aceh akan terus terjaga kelestariannya,” kata Dyah.
IKM Tika Raja Lestarikan Budaya Lewat Produk
Tika Raja adalah salah satu kelompok industri kecil menengah (IKM) Gampong Sagoe, Kecamatan Trienggadeng, yang membuat beragam jenis produk kerajinan tangan, seperti kotak tisu, kotak hijab, anyaman tikar pandan, dan juga ambal.
Mainiar, 46, ketua kelompok IKM Tika Raja, memulai usahanya itu sejak 2010 silam. Bersama Rusli, suaminya, setiap hari dia membuat berbagai jenis produk kerajinan pesanan dari warga sekitar, dan juga daerah lain di luar Aceh.
Mainiar terlihat cekatan membuat produk kerajinan. Wanita itu memang orang yang sudah punya keahlian di bidang industri kerajinan, dia bahkan mengajarkannya kepada para wanita yang tinggal di sekitarnya. Produknya cukup dikenal masyarakat.
“Ini saya sedang buat kotak hijab, ada pesanan dari konsumen di Aceh Besar sebanyak 100 unit,” kata Mainiar, belum lama ini.
Bahan baku untuk membuat berbagai jenis produk Tika Raja adalah daun pandan yang banyak terdapat di Kabupaten Pidie Jaya. Hingga sekarang IKM Tika Raja telah memiliki 10 orang pekerja yang setiap harinya membantu Mainiar memproduk pesanan dari berbagai daerah.
“Dulu saya bekerja di salah satu LSM luar negeri. Kemudian memutuskan untuk keluar dan membangun usaha ini,” ujarnya.
Usaha itu sudah berjalan selama 12 tahun. Tentu banyak lika-liku, jatuh bangun, dan juga suka dan duka dalam membesarkan IKM Tika Raja. Awal ketika berdiri, dia mulai memproduksi anyaman tikar. Semua dia tak menyangka banyak yang suka, dan laris manis. Setelah itu, dia rajin membuka literatur agar kerajinan yang dia produksi semakin berkembang dan banyak varian (jenis).
Sejakmendapatkan pembinaan dan sering mengikuti pelatihan dari Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Aceh, dan juga Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh, Mainiar kemudian melakukan improvisasi dan perubahan penting dalam IKM Tika Raja. Dia kemudian memproduksi ragam varian produk, tidak semata hanya anyaman tikar saja.
Harga Sesuai dengan Jenis Produknya
Harga produk IKM Tika Raja sendiri bervariasi, dari Rp30 ribu, hingga ada yang seharganya mencapai Rp1 jutaan. Tergantung jenis, tingkat kesulitan, dan ukuran dari produk yang dipesan. Biasanya, Ketua Dekranasada Aceh yang juga istri Gubernur Aceh, Dyah Erti Idawati, memesan tikar pandan yang haganya Rp1 jutaan.
Kata Mainiar, pesanan dari daerah lain juga banyak, seperti dari Provinsi Bali, yang biasanya memesan tikar dengan ukuran 1,5 M x 70 CM, dan biasanya pesanannya dalam jumlah besar. “Alhamdulillah, saat ini IKM Tika Raja terus berinovasi melahirkan banyak ide-ide untuk menciptakan dan mengkreasikan produk baru,” lanjutnya.
“Silakan perluas wawasan bisnisnya melalui kesempatan pelatihan yang ditawarkan secara tatap muka maupun online, banyak program pelatihan-pelatihan yang ditawarkan, asalkan kita mau mencari tahu,” kata Nila Kanti, Kepala Bidang Pengembangan Industri Menengah dan Aneka Disperindag Aceh, yang diminta komentarnya terkait penguatan IKM di Aceh.
Kata Niken, sapaan akrab Nila Kanti, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Aceh terus mendorong agar para pelaku IKM di provinsi paling barat Indonesia itu terus berkembang. Dukungan dimaksud melalui peningkatan kompetensi berupa pelatihan-pelatihan yang digelar pemerintah maupun lembaga swasta yang kredibel.
“Di samping mengasah kemampuan, pelatihan ini juga akan menjadi ajang bagi para pelaku IKM dalam memperluas jaringan, mitra dan hal baru terkait strategi penjualan produk,” ujar Niken. (adv)