Jakarta (Waspada Aceh) – Anugerah Kebudayaan PWI Pusat (AK-PWI), untuk bupati/wali kota, ternyata idenya dari Temu Redaktur Kebudayaan (TRK) se-Indonesia, tahun 2014 di Siak, Riau. Acara tahunan yang digelar oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan, saat itu mengangkat tema “Pers, Politik Kebudayaan dan Kebudayaan Politik”.
“Ide Anugerah Kebudayaan ini, saya dapatkan setelah menggelar Temu Redaktur Kebudayaan di Siak, Riau tahun 2014. Pada saat itu Bupati Siak, Pak Syamsuar, yang kini menjabat Gubernur Riau,” papar Ketua Pelaksana AK-PWI, Yusuf Susilo Hartono, Kamis (16/9/2021), dalam acara sosialisasi AK-PWI pada HPN 2022 di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Hadir dalam sosialisasi secara daring tersebut, Ketua Umum PWI Pusat Atal S.Depari selaku Penangungjawab HPN, Ketua Panitia HPN Auri Jaya, dan Hj. Nur Endang Abbas Sekda Provinsi Sulawesi Tenggara. Hadir juga para Ketua PWI Provinsi/Kabupaten/Kota dan para kepala dinas dari berbagai kabupaten/kota di Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTT, NTB, hingga Maluku Utara.
Kontrol dan Ajang Apresisi
Menurut Yusuf, pada saat menggelar TRK di Siak itu, kapasitasnya sebagai Ketua Departemen Wartawan Film, Kebudayaan dan Pariwisata. Setelah mencermati berbagai wacana yang berkembang dalam TRK, dia menyadari banyak hal penting terkait realitas pers, politik kebudayaan dan kebudayaan politik.
Di antaranya era otonomi daerah yang desentralistik – pasca runtuhnya Orde Baru yang sentralistik – memunculkan bupati/wali kota hasil dari iklim politik transaksional. Maka untuk memajukan kebudayaan nasional, perlu memperkuat kapasitas dan kapabilitas bupati/wali kota.
Pers sebagai pilar keempat demokrasi, harus turut ambil bagian dalam hal ini. Bagaimana bentuk dan caranya? Selain melalui pemberitaan dan kontrol sosial, pers dapat mengapresisasi melalui sebuah ajang penghargaan.
Pada saat ide itu diajukan kepada Ketua Umum PWI Pusat, saat itu H.Margiono, langsung setuju. Setahun kemudian AK-PWI pertama digelar, hasilnya diumumkan pada puncak peringatan HPN 2016 di Lombok, NTB. Penghargaan diserahkan di depan Presiden oleh Menko PMK Puan Maharani, kepada tujuh kepala daerah di antaranya Bupati Banyuwangi, Azwar Anas, Bupati Purwakarta, Dedy Mulyadi, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, dan Bupati Wakatobi Hugua.
Memenangkan Kesehatan dan Perilaku Baru
Setelah Margiono lengser, Atal S.Depari sebagai Ketua Umum PWI Pusat, menetapkan AK-PWI digelar secara tahunan di tengah HPN. Sejak itu pencantuman tahun anugerah, disamakan dengan tahun HPN, agar mudah diingat.
AK-PWI 2020 di HPN Banjarmasin, Kalimantan Selatan, memilih 10 bupati/wali kota, dilengkapi “Dekralasi Banjarmasin” yang ditandangai oleh pers dan kalangan seniman budayawan, bupati/waki kota hingga menteri, di antaranya Menko PMK Muhadjir Effendy.
Isi deklarasi itu mendesak presiden/pemerintah agar menjadikan kebudayaan sebagai salah satu prioritas pembanguan nasional. Selanjutnya AK-PWI 2021 digelar pada HPN Jakarta. Sedangkan AK-PWI 2022 di Kendari-Sulawesi Tenggara. Mengambil tema: “Memenangkan Kesehatan, Kemanusiaan, dan Mewujudkan Perilaku Baru, Berbasis Informasi dan Kebudayaan”.
Menjawab berbagai pertanyaan yang muncul saat sosialisasi, Yusuf menjelaskan bahwa tema tersebut bukan tujuan. Melainkan cara atau alat untuk merealisasikan gagasan atau program (sebut saja x) yang telah menjadi visi misi bupati/wali kota, yang menyampaikan janji politik saat memenangi Pilkada.
Panitia menetapkan, setiap bupati/ wali kota yang mengikuti AK-PWI 2022, harus mendaftarkan diri dan mengirim proposal 25-30 halaman. Di dalamnya berisi lima hal pokok. (1) Pernyataan sebagai peserta. Biodata ringkas bupati/wali kota dan gambaran singkat daerah, serta prestasi nasional/internasional. (2) Berbagai program terobosan/inovasi untuk memenangkan kesehatan, kemanusiaan dan perilaku baru berbasis informasi dan kebudayaan.
(3) Objek Pemajuan Kebudayaan yang mana, dari Pokok-pokok Pemikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) yang digunakan untuk menunjang terobosan/informasi. Apakah manuskrip, kesenian, tradisi lisan, teknologi tradisional, atau lainnya. (4) Pengelolaan wartawan/media massa/medsos untuk menunjang perwujudan perilaku baru. (5) Daftar link rujukan masing-masing bab. Dilengkapi lampiran PPKD lengkap. Sedangkan video, merupakan pendukung proposal. Durasinya 7-10 menit. Format Mp4, resolusi 720-1080. Dikirim ke [email protected].
Pendaftaran dibuka 1 September – 1 November 2021. Proses penjurian berlangsung 3-25 November 2021 oleh tim juri yang terdiri dari akademisi, pengamat seni/budaya, praktisi seni, dan wartawan kebudayaan. Tanggal 29-30 November 2021, Presentasi dan verifikasi 10 bupati/wali kota yang proposal dan videonya terbaik. Tanggal 1 Desember 2021, Pengumuman Nominasi Calon Penerima AK-PWI 2022. Tanggal 9 Februari 2022 Penerimaan AK-PWI dalam HPN 2022 di Kendari, Sulawesi Tenggara.
UNESCO: Indonesia Super Power Kebudayaan
Ketua Umum PWI Pusat Atal S. Depari, dalam sambutannya mengingatkan bahwa UNESCO tahun 2017 menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara super power di bidang kebudayaan.
“Oleh karena itu melalui AK-PWI ini kita ingin mencari bupati dan wali kota yang mumpuni dalam bidang kebudayaan,” kata Atal S Depari.
Ketua Panitia HPN, Auri Jaya menambahkan, pilihan tema kali ini merupakan momentum menarik, terutama dalam mencari terobosan perilaku baru berbasis informasi dan kebudayaan, pada masa pandemi dan pasca-pandemi. Sedangkan Sekda Provinsi Sulawesi Tenggara, Hj. Nur Endang Abbas, mengajak para kepala daerah ambil bagian dalam anugerah ini, dan Sulawesi Tenggara siap menjadi tuan rumah HPN 2022 dengan baik. (Ris).