Minggu, Maret 23, 2025
spot_img
BerandaAcehICW Ungkap Modus Korupsi di Sektor Tambang: Suap dan Gratifikasi Marak Terjadi

ICW Ungkap Modus Korupsi di Sektor Tambang: Suap dan Gratifikasi Marak Terjadi

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap pola korupsi yang kerap terjadi di sektor pertambangan, terutama dalam bentuk suap dan gratifikasi.

Hal ini terungkap dalam talkshow bertajuk “Ancaman Tambang dan Harapan Orang Muda di Masa Depan”, yang digelar di Aula FISIP Universitas Syiah Kuala (USK), Banda Aceh, Kamis (13/2/2025).

Talkshow ini merupakan kolaborasi antara ICW, Masyarakat Transparansi Aceh, dan FISIP USK, dengan tujuan meningkatkan literasi serta kesadaran kritis kaum muda terhadap industri ekstraktif.

Tibiko Zabar Pradono, peneliti ICW, mengatakan praktik korupsi di sektor tambang erat kaitannya dengan hubungan politisi, oligarki, dan industri pertambangan. Modus yang kerap terjadi adalah suap dan gratifikasi.

“Korupsi di sektor pertambangan tidak hanya berbentuk tindak pidana langsung, tetapi juga konflik kepentingan, seperti proses legislasi kilat untuk meloloskan aturan yang menguntungkan industri,” ujar Tibiko.

Menurutnya, konflik kepentingan menjadi pintu masuk terjadinya korupsi di sektor ini. Salah satu contohnya adalah proses kilat revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba), yang dinilai membuka peluang penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin pertambangan.

Dia mengatakan salah satu celah besar terjadinya korupsi adalah pemberian izin tambang kepada organisasi masyarakat (ormas) dan perguruan tinggi.

“Kita menganggap pemberian konsesi tambang kepada ormas dan perguruan tinggi ini tidak seharusnya terjadi. Selain soal kompetensi, ini juga membuka peluang membungkam sikap kritis akademisi terhadap kebijakan pemerintah,” ujarnya.

ICW juga mengatakan disparitas hukuman bagi pelaku korupsi di sektor pertambangan yang dinilai terlalu ringan. Banyak kasus yang hanya berujung pada hukuman 2 hingga 4 tahun penjara, yang dinilai tidak memberikan efek jera.

“Jika dibiarkan, lingkaran korupsi politik yang melibatkan partai politik, politisi, kroni bisnis, dan birokrasi akan terus berulang. Ini bukan hanya merugikan negara secara ekonomi, tetapi juga menghancurkan lingkungan dan masa depan generasi mendatang,” tutupnya.

Selain itu, negara mengalami kerugian ganda, mulai dari sisi finansial akibat praktik korupsi, serta dari kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

Menurut ICW, korupsi di sektor tambang terjadi karena adanya pertemuan kepentingan antara penguasa dan pengusaha. Hal ini tampak dalam berbagai kebijakan yang menguntungkan perusahaan tambang.

Ia menambahkan, praktik semacam ini merupakan hasil dari korupsi di tingkat pejabat dan elite politik yang memperdagangkan pengaruh mereka. Hal ini juga berujung pada transaksi politik di tingkat daerah, terutama dalam pemilihan kepala daerah yang melibatkan kepentingan industri ekstraktif. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER