Lhokseumawe (Waspada Aceh) – Komisi III DPRK Aceh Utara meminta kepada pemerintah kabupaten untuk membangun komunikasi yang intens dengan Pemerintah Aceh dan DPRA terkait pengeloaan Blok B. Ladang minyak Blok B, kini sudah diambil alih pengelolaannya dari PT Pertamina Hulu Energi (PHE) kepada Badan Usaha Milik Aceh (BUMA) yaitu PT PEMA.
Permintaan itu disampaikan saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DRRK, bersama Pemerintah Aceh Utara, Dirut Perusahaan Daerah Pase Energi (PDPE ) dan dewan pengawas serta turut dihadiri Sekretaris Komisi III Jufri Sulaiman, anggota H. Jirwani, H. Saifannur dan Zubir HT, Senin (29/6/2020).
Menurut ketua komisi, Razali Abu, pemerintah Aceh agar transparan dalam pengeloaan Blok B, karena dalam permen ESDM 37 tahun 2016, sudah jelas tentang ketentuan participating interest 10% pada wilayah kerja minyak dan gas bumi.
Berita Terkait: Gonjang-ganjing Blok B, “Barang Bekas” Mobil Oil
“Aceh Utara sebagai daerah penghasil tidak hanya menerima efek eksploitasi semata, tetapi juga harus dilibatkan aktif sebagai pengelola. Apalagi Aceh Utara sudah membentuk PDPE. Aceh Utara sekarang ini menjadi kabupaten termiskin di Aceh dan sudah sewajarnya Pemerintah Aceh memberikan porsi yang lebih besar dalam hal pengelolaan Blok B ini,” tegas Razali Abu.
Selain itu menyebutkan pihaknya selaku wakil rakyat akan terus memantau tindak lanjut yang akan dilakukan pemerintah daerah terkait dengan Blok B. Pekan depan, kata dia, pihaknya akan melakukan rapat dengan Plt Gubernur Aceh, BPMA dan DPRA terkait dengan pengambil alihan ladang migas Blok B tersebut.
Berita Terkait: Penantian 44 Tahun, Aceh Akhirnya Bisa Kelola Sendiri Migas Blok B
“Menyangkut dengan sistem pengelolaan maupun terkait dengan dana pengembangan masyarakat sudah diatur dalam pasal 159 UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, yaitu Ayat (1) setiap pelaku usaha pertambangan yang melakukan kegiatan usaha pertambangan di Aceh berkewajiban menyiapkan dana pengembangan masyarakat,” terangnya.
Selain itu tambahnya, pada Ayat (2) dana pengembangan masyarakat sebagaimana dimaksut pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten serta pelaku usaha yang besarnya paling sedikit 1 % dari harga total produksi yang dijual setiap tahunnya. (Riri).