Banda Aceh (Waspada Aceh) – Sebuah baliho besar berada pusat Kota Banda Aceh, menampilkan Orangutan Sumatera di kerangkeng dan bayi orangutan yang terikat rantai. Visual ini menjadi pengingat keras bahwa satwa khas Aceh itu terus terancam.
Baliho ini dipasang bertepatan dengan Hari Orangutan Sedunia (International Orangutan Day), 19 Agustus 2025, hasil kolaborasi Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Bu-Moe? Fest, Forum Orangutan Indonesia (FORINA), dan Forum Orangutan Aceh (FORA).
Raja Mulkan, juru kampanye HAkA, mengatakan Orangutan terus terancam karena deforestasi, perburuan, dan perdagangan ilegal.
“Jangan sampai satwa kebanggaan ini hilang. Mari jadikan momen kemerdekaan sebagai seruan untuk membebaskan semua makhluk hidup dari ancaman kepunahan,” tuturnya, Selasa (19/8/2025).
Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dikenal sebagai “arsitek hutan” karena fungsinya menjaga keseimbangan ekosistem.
Mereka membantu memperluas tutupan hutan melalui penyebaran ribuan biji dari berbagai jenis pohon, yang menjadi penopang kehidupan satwa lain, termasuk manusia. Namun, peran penting itu terancam.
Orangutan Sumatera kini berstatus Kritis menurut IUCN. Dari 2020–2024, tercatat 13 perkara hukum di Aceh melibatkan 5 individu orangutan sebagai barang bukti, dengan 14 terdakwa, dan vonis tertinggi 4 tahun penjara.
Kasus ini menunjukkan perdagangan orangutan masih terjadi dan bersifat sistematis.
Kasus terbaru terjadi di Thailand. Januari dan Mei 2025, lima bayi orangutan Sumatera berhasil diselamatkan dari penyelundupan ke Thailand, satu di antaranya meninggal.
Empat yang selamat kini dititipkan di Khao Prathap Chang Wildlife Center dan dijadwalkan dipulangkan ke Indonesia akhir 2025, sebagai bagian dari peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Thailand.
“Masyarakat harus meneguhkan kembali kesadaran bahwa orangutan masih ada, dan tugas kita adalah menjamin mereka tetap hidup di alam,” kata Raja Mulkan. (*)