Takengon (Waspada Aceh) – Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh (HAkA) mengajak para teungku inong maupun tengku agam di Aceh untuk memperkuat dakwah terkait perlindungan satwa liar dan lingkungan hidup berkelanjutan.
Hal ini dilakukan melalui workshop “Peran Teungku Mendukung Perlindungan Lingkungan di Aceh,” sekaligus meluncurkan Modul Dakwah Perlindungan Satwa Liar bagi Pemuka Agama di Aceh. Workshop digelar di Parkside Gayo Petro Hotel, Aceh Tengah, pada 18-19 November 2023.
Workshop ini diikuti oleh 25 Teungku di Aceh yang terdiri atas Teungku Agam dan Teungku Inong merupakan unsur tokoh ulama, pimpinan dayah, majelis pengajian, perwakilan dari kabupaten berada di Kawasan Ekosistem Leuser.
Sekretaris Yayasan HAkA, Badrul Irfan, mengatakan workshop ini bertujuan untuk meningkatkan peran ulama dalam dakwah terkait perlindungan satwa liar dan lingkungan hidup di Aceh.
Aceh merupakan daerah yang memiliki hutan yang luas, yaitu sekitar 61 persen dari luas daratannya. Hutan Aceh tidak hanya berperan sebagai paru-paru dunia, tetapi juga sebagai penyedia jasa ekosistem bagi 5,4 juta jiwa penduduk Aceh.
Hutan Aceh menyediakan udara yang bersih, air yang melimpah, dan tanah yang subur. Keempat satwa kunci seperti badak, orangutan, harimau, dan gajah hidup berdampingan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), yang merupakan salah satu kawasan konservasi terbesar dan terpenting di dunia.
“Namun, hutan Aceh juga menghadapi berbagai ancaman dan tantangan, seperti deforestasi, perburuan, dan perdagangan satwa liar,” jelasnya.
Dia menambahkan, diperlukan edukasi dan berbagai upaya yang dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menjaga hutan Aceh. MPU Aceh juga telah penerbitan Fatwa Nomor 3 Tahun 2022 tentang Perburuan dan Perdagangan Satwa Liar Menurut Perspektif Syariat Islam.
Badrul menambahkan, peran tokoh ulama maupun tokoh masyarakat dan adat sangat penting dalam upaya perlindungan satwa liar dan lingkungan hidup di Aceh. Para tengku inong maupun tengku agam memiliki pengaruh besar dalam membentuk sikap dan perilaku masyarakat, khususnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan syariat Islam.
Pada pembukaan workshop ini, Ketua Majelis Adat Aceh Tgk Yusdedi mengapresiasi langkah Yayasan HAkA yang mengajak ulama untuk berpartisipasi dalam upaya menjaga lingkungan Aceh. Ia mengatakan bahwa Aceh memiliki warisan budaya dan adat yang kaya dan unik, yang juga mengandung nilai-nilai perlindungan alam dan lingkungan hidup.
“Kita harus bersama-sama menjaga alam dan lingkungan hidup di Aceh, karena itu adalah amanah dari Allah SWT. Saya berharap workshop ini dapat memberikan manfaat dan menghasilkan rekomendasi yang dapat diterapkan oleh para Teungku di Aceh,” kata Yusdedi.
Pada kesempatan ini, Yayasan HAkA juga meluncurkan modul dakwah perlindungan satwa liar untuk pemuka agama di Aceh yang disusun oleh para Teungku Inong.
Modul ini terbagi pada tiga sesi, terkait pengenalan satwa liar yang dilindungi , Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) ‘Rumah’ bagi Satwa Liar, dan Metode Dakwah Perlindungan Satwa Liar.
Modul ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan bagi para Teungku dalam berdakwah saat khutbah jumat, syiar islam, majelis kajian ilmu, dan pengajian.(*)