Kamis, Desember 5, 2024
spot_img
BerandaH Mohammad Said Bukan Sekedar Pendiri Surat Kabar Tapi Seorang Pejuang

H Mohammad Said Bukan Sekedar Pendiri Surat Kabar Tapi Seorang Pejuang

Medan (Waspada Aceh) – Pendiri Surat Kabar Waspada, H Mohammad Said, dinilai bukan hanya sekedar pendiri surat kabar Harian Waspada di Medan, melainkan juga seorang pejuang.

Ketokohan H Mohammad Said itu dilihat seorang sejarawan Dr Phil Ichwan Azhari, M.S berdasarkan bukti-bukti dan fakta yang ada yang dituangkannya pada Fokus Group Diskusi (FGD) bertema, Waspada dari Masa ke Masa pada HUT Waspada ke 75 Tahun di Aula Tengku Rizal Nurdin Medan, Selasa (11/1/2022).

“H Mohammad Said itu harus dilihat dari sudut yang lain, yaitu sebagai seorang pejuang bukan sebagai wartawan atau pendiri harian tertua di Medan. Banyak pendiri surat kabar tapi berbeda dengan Muhammad Said ini, karena beliau adalah pejuang yang menginginkan kemerdekaan Indonesia segera diumumkan ke publik,” tegas Ichwan Azhari.

Katanya, pada masa itu, Mr Mohammad Hasan, Gubernur Sumatera, yang pertama mengetahui kemerdekaan karena dia hadir dalam sidang di Jakarta bertemu Soekarno dan proklamasi sudah dibacakan. Namun saat dia pulang ke Medan, kemerdekaan itu tidak juga diumumkan.

Melihat itu, Mohammad Said kecewa dan itu bisa dilihat dari beberapa tulisannya, sebut Ichwan lagi.

Lanjutnya, Mohammad Said sebagai pejuang dia menginginkan alat perjuangan itu bukan senjata bukan diplomasi karena dia bukan diplomat. Namun dia melihat alat perjuangan itu adalah media pers apalagi dia dulunya adalah wartawan.

Wartawan Waspada Biro Banda Aceh, Aldin NL dan T Mansursyah hadir di FGD Waspada dari Masa ke Masa. (Foto/Ist)

Oleh karena itu juga dia berusaha mengumumkan, apalagi di radio asing yang dia dengar bahwa kemerdekaan Indonesia diproklamirkan 17 Agustus, namun di Medan tidak juga diumumkan.

Karena banyak dalih dari berbagai pihak tidak mau mengumumkan kemerdekaan Indonesia di Medan sehingga pada saat ada peluang untuk menghidupkan kembali surat kabar Pewarta Deli, dia berusaha menghidupkan kembali. Dia menerbitkan koran itu dengan susah payah hanya untuk mengumumkan kemerdekaan Indonesia.

Heroiknya lagi, tegas Ichwan, yang juga dosen sejarah di Universitas Negeri Medan (Unimed) itu bahwa saat itu wilayah Medan dikuasi oleh Inggris. Kemudian dia (Mohammad Said) pergi ke Jawa mencari tahu bagaimana sebenarnya kemerdekaan di Jawa dan bagaimana pemberitaan kemerdekaan itu di pulau Jawa.

Pulang ke Medan, Pewarta Deli mati, tokoh-tokohnya ditangkap dan kantornya juga ditembaki. Di situlah dia melihat pentingnya sebuah media sebagai alat perjuangan.

“Jadi dia membuat surat kabar semata-mata bukan untuk kepentingan bisnis. Tapi dia menganggap perjuangan ini harus dilanjutkan dalam bentuk media. Sehingga saya mengusulkan agar Mohammad Said dan Parada Harahap layak diusulkan menjadi Pahlawan Nasional karena perjuangannya menentang Belanda dengan alat perjuangannya itu media,” ucapnya.

Harapannya di usia Harian Waspada ke 75 tahun ini, dia meminta memori antara hubungan para pejuang pers dan pers itu tidak hilang. Kita merupakan bangsa yang relatif mengabaikan bukti sejarah, arsip dan heritage.

“Jadi saya ingin surat kabar lama itu bisa diselamatkan, dikonservasi digitalisasi dan dibuat museum yang berkaitan dengan memori bangsa yang disimpan di dalam media-media itu. Kemudian bagi wartawan muda seharusnya perjuangan pers di masa-masa awal berdirinya Republik menjadi sumber inspirasi,” jelasnya

Kalau ini bisa dijadikan sumber inspirasi nilainya bagus sekali. Jadi media bisa tempat mengumpulkan berita-berita yang mencerahkan dan itu sangat dibutuhkan masyarakat.

Berkontribusi Besar

Hal yang sama juga disebutkan narasumber lainnya, Dr H Sakhyan Asmara, MSp, yang menyatakan bahwa H Mohammad Said dan Hj Ani Idrus dua sosok sepasang suami istri yang telah memberi kontribusi besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kedua tokoh ini dikenal sebagai wartawan senior dan kawakan yang mengangkat nama Sumatra Utara di kancah persuratkabaran nasional atau internasional.

Banyak prestasi dan kontribusi lewat surat kabar Waspada yang sampai saat ini bukan hanya sebagai warisan bagi keluarga tapi bangsa dan negara.

“Harian Waspada membangkitkan semangat juang melawan penjajah dengan sikap tegasnya menyatakan diri sebagai pendukung RI,” paparnya.

Sementara itu Drs. H. Ameer Hamzah, M.Si, Pengamat dan Sejarawan Islam yang juga menjadi nara sumber di FGD itu menyebutkan, dua penggagas harian ini yakni alm H. Muhammad Said dan Hj Ani Idrus, dua sejoli yang telah mengukir sejarah pers. Keduanya bukan hanya sebagai penyampai berita, tetapi juga berfungsi sebagai media pembangunan spiritual dan penjalin ukhuwah wathaniah.

Tokoh Aceh dan Sahabat Muhammad Said, Prof. A. Hasjmy, mantan Gubernur Pertama Daerah Istimewa Aceh ketika ulang tahun Waspada 196 menulis. “Waspada dan Aceh tak bisa dipisahkan, keduanya saling memberi kontribusi yang positif. Waktu saya Gubernur (1956-1963), saya imbau supaya kantor-kantor Pemerintah Tk l dan Il dan juga rakyat berlangganan harian Waspada Medan.

Menurut A. Hasjmy, Waspada adalah harian yang paling mengetahui tentang misi dan visi Pemda Aceh setelah kemerdekaan. Kecerdasan Waspada dalam memberitakan Aceh tak terlepas dari H. Muhammad Said dan Ani Idrus.

Tokoh Aceh lainnya Teuku Talsya, menyebut Waspada sebagai “pelita” yang menerangi kegelapan Aceh di awal kemerdekaan.
Sangat besar jasa Waspada untuk mencerdaskan bangsa, khususnya Aceh.

Waspada bukan hanya menyajikan berita, tetapi juga berfungsi mencerdaskan umat dari kebodohan. Pendiri Waspada, H. Muhammad Said memang memiliki benang merah dengan Aceh.
Beliaulah pengarang buku Aceh Sepanjang Abad. Buku ini menurut Prof. Hasjmy adalah buku sejarah terbaik tentang Aceh, jika dibandingkan dengan sejarah lainnya.

“Saya optimis Waspada dengan berbagai variannya (edisi cetak, edisi online, dll) masa depan tetap bertahan dan kembali. Waspada akan menembus batas, koran yang selalu waspada melangkah hati-hati, meniti zaman,” ujarnya. (waspada.id)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER