Banda Aceh (Waspada Aceh) – Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAk) Aceh, Askhalani, mengatakan ada tebang pilih penetapan tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi beasiswa Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2017.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, kata Askhalani, ada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang seharusnya bertanggung jawab penuh. Yaitu, anggota DPRA yang paling banyak mengusulkan penerima beasiswa.
Namun sampai saat ini, baru ada dua orang tersangka yang bergulir di persidangan. Dua orang tersebut yakni, DS selaku anggota DPRA periode 2014-2019 dan S, selaku koordinator penyaluran beasiswa.
Sementara, berdasarkan bukti-bukti hasil temuan baik dari inspektorat maupun polisi, yang paling banyak memotong adalah anggota DPRA yang paling banyak mengusulkan melalui koordinatornya.
Namun yang menjadi pertanyaannya, kata Askhalani, kenapa ini tidak pernah diungkap. Dan yang disasar itu hanya pelaku lapangan atau koordinator yang diperintahkan untuk mengambil uang dari penerima beasiswa.
“Saya cukup yakin bahwa proses tebang pilih model seperti ini ada yang dilindungi, tapi juga ada yang dikorbankan,” sebut Askhalani dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar oleh Komonitas Sadar & Taat Hukum (KosTum), di Banda Aceh, Kamis (27/6/2024).
Askhalani melanjutkan, saat di persidangan DS menyebutkan bahwa ada 21 anggota DPRA ini yang ikut memotong. Tentunya pernyataan DS di depan Majelis Hakim ini bisa menjadi salah satu bukti petunjuk bahwa keberadaan penetapan tersangka dalam kasus beasiswa ini masih tebang pilih.
Jadi menurut Askhalani, penyidik dalam hal ini belum menyentuh pasal tentang gratifikasi yang membuktikan bahwa ada penyelenggara negara yang menerima aliran uang dari koordinator lapangan.
“Artinya ada unsur memperkaya diri di situ, dia dan orang lain,” sebutnya.
Menurut dia, sangat tidak mungkin koordinator lapangan melakukan pemotongan beasiswa tanpa ada arahan dari anggota DPRA. Tentunya ini adalah yang punya jabatan dan wewenang.
“Karena itu penyidik harus menyentuh setiap pasal terutama tentang gratifikasi,” tuturnya.
Askhalani meminta penyidik bersikap profesional saja dan menyampaikan kepada publik bahwa apakah betul 9 orang-orang yang ditetapkan sebagai tersangka itu merupakan pelaku utama dari kasus beasiswa.
Sampai saat ini kata Askhalani, GeRAK tetap mengawal kasus ini. Setelah mendapatkan fakta persidangan yang disampaikan oleh DS, S, MK sebagai orang yang dihadirkan dalam muka persidangan oleh JPU, GeRAK telah menyurati KPK.
Dalam surat itu kata Askhalani, pihaknya menyampaikan kepada KPK bahwa ada fakta-fakta baru yang luput atau tidak dibuka oleh polisi. Salah satunya, ke 21 Anggota DPRA harus dimintai Pertanggungjawaban.
Kedua, penetapan tersangka jangan tebang pilih. Karena ada 21 anggota DPRA yang ikut mengusulkan dan harus bertanggung jawab.
“Karena itu, dalam surat yang kami layangkan kami minta KPK untuk melakukan supervisi terhadap penanganan perkara, termasuk melihat apakah penetapan 9 orang sebagai tersangka sudah sesuai fakta yang da atau tidak,” ucapnya.
Jika tidak, lanjut Askhalani secara otomatis KPK bisa mendalami materi termasuk meminta kajian ulang untuk memeriksa 21 Anggota DPRA. (*)