Banda Aceh (Waspada Aceh) – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh mendesak Pemerintah Aceh segera menyusun peta jalan atau roadmap Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) dari sektor pertambangan.
Kepala Divisi Kebijakan Publik GeRAK Aceh, Fernan, mengatakan hingga kini, Aceh belum memiliki arah kebijakan yang jelas soal dana pengembangan masyarakat, padahal punya kewenangan penuh berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh.
“Pemerintah Aceh punya dasar hukum dan kewenangan penuh untuk mengatur dana pengembangan masyarakat, tapi sampai sekarang belum ada cetak biru PPM yang jelas,” kata Fernan usai diskusi bertajuk Urgensi Moratorium Izin Tambang: Mendorong Perbaikan Pengawasan Tata Kelola Tambang Minerba dan Penertiban Tambang Ilegal di Pulau Sumatera, berlangsung di Kantor Dinas ESDM Aceh, Rabu (29/10/2025).
Dana Miliaran, Dampak Minim
Berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, total akumulasi dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari 14 perusahaan tambang yang melapor mencapai Rp63,6 miliar pada 2023, Rp68,1 miliar pada 2024, dan direncanakan Rp71 miliar pada 2025.
Fernan menilai dana sebesar itu belum memberikan manfaat nyata bagi masyarakat di sekitar tambang.
“Jumlahnya besar, tapi tanpa arah kebijakan yang jelas, hasilnya tidak terasa di masyarakat,” ujarnya.
Konflik Masih Terjadi
GeRAK juga menyoroti masih adanya konflik sosial antara perusahaan tambang dan warga, seperti antara PT Mifa Bersaudara dengan masyarakat di Aceh Barat, serta PT BEL dengan warga Nagan Raya.
Padahal, kedua daerah itu sudah punya Qanun tentang CSR. Tapi, implementasinya dinilai belum mampu mewujudkan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif.
Fernan mendesak Pemerintah Aceh segera merumuskan peta jalan PPM agar pengelolaan dana CSR dan dana pengembangan masyarakat lebih terarah dan transparan.
“Kebijakan tanpa arah hanya akan memperpanjang kesenjangan sosial dan memperparah kerusakan lingkungan di wilayah tambang,” tegasnya. (*)



