Jumat, Mei 3, 2024
Google search engine
BerandaAcehGara-gara Hukum Siswa untuk Membina, Guru SD di Aceh Singkil Trauma Mengajar

Gara-gara Hukum Siswa untuk Membina, Guru SD di Aceh Singkil Trauma Mengajar

Singkil (Waspada Aceh) – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Aceh Singkil mengungkapkan keperihatinannya atas peristiwa yang dialami seorang guru di SDN 1 SKPE Panjaitan. Guru tersebut sebelumnya memberi hukuman sebagai pembelajaran, terhadap seorang murid yang kencing di ruang kelas 1 di sekolah itu.

“Sebenarnya persoalan ini hanyalah kenakalan anak-anak yang memang perlu mendapat bimbingan. Tidak harus menjadi masalah besar seperti ini. Tapi herannya, kenapa menjadi masalah, dan berdampak buruk terhadap guru maupun anak-anak kita nanti,” kata M Najur, Ketua PGRI Aceh Singkil, saat berbincang dengan sejumlah wartawan di Kantor Dinas Pendidikan Aceh Singkil, Kamis (6/2/2020).

“Sudah sewajarnya kenakalan anak-anak jika dirasa salah, diberikan hukuman yang sifatnya mendidik dan sebagai pembentukan karakter serta moral anak. Bukan malah disalahkan, ini pukulan keras terhadap dunia pendidikan,” tandasnya.

Saat ini guru-guru di SDN 1 SKPE Panjaitan Kec. Gunung Meriah, mulai trauma, hendak mengajar murid-muridnya. Apalagi bila ingin memberikan hukuman sebagai pembelajaran untuk pembentukan karakter murid menjadi lebih baik.

Najur menyebutkan, PGRI selalu berada di garda terdepan untuk membela kepentingan guru. Termasuk memberikan advokasi terhadap kasus yang menimpa Asdianto, wali kelas V SDN 1 Panjaitan.

Sebelumnya Asdianto memberikan hukuman yang sudah disepakati oleh dewan guru, terhadap Rafli, 12, siswa nya sendiri, karena kencing di dalam ruang belajar kelas 1.

“Atas peristiwa itu, kami sudah menelusuri langsung ke sekolah dan berjumpa langsung dengan para dewan guru,” ujarnya.

Dengan tegas Najur membantah semua tuduhan terhadap AS. Sebenarnya persoalan itu tidak seperti apa yang tersebar di dunia maya, kata Najur.

Kenyataannya, hukuman yang diberikan kepada anak, terlebih dahulu disepakati dengan seluruh dewan guru. Tidak ada perintah membersihkan dengan seragam sekolah.

“Namun yang tersebar di dunia maya, guru dituding menyuruh murid membersihkan kencingnya dengan seragam, padahal tidak ada,” tegas Najur.

Tidak ada larangan memberikan hukuman terhadap murid dalam konteks mendidik. Yang tidak dibenarkan adalah menghardik anak, menyiksa dan memukul hingga berbekas.

Siapapun kita, jika anak melakukan sebuah kesalahan wajar diberikan hukuman, agar anak menyadari bahwa apa yang diperbuatnya adalah sebuah kesalahan. “Jangan pernah membela kesalahan anak. Jika ini dilakukan maka siap-siaplah anak kita menjadi generasi yang egois dan bermental buruk,” ucap Najur.

Akibat peristiwa itu, khususnya guru di Aceh Singkil, benar-benar trauma. Sebab niat baik terkadang tidak dianggap baik oleh sebahagian wali murid. Guru merasa takut, takut berbenturan dengan hukum.

Sehingga para guru mengajar hanya sebatas melaksanakan tugas semata tanpa mau memperdulikan terhadap sikap dan moral anak. Artinya anak mau baik atau tidak, mau memiliki karakter atau tidak, tidak ada urusan.

“Dampaknya, jika guru sudah apatis seperti ini, maka siap-siaplah menerima konsekuensinya ‘kehancuran’ generasi muda kita,” tegas Najur.

Kami dari PGRI menyarankan kepada orang tua wali murid untuk membuat surat pernyataan, sekaligus meminta maaf, karena telah mencemarkan nama baik AS dan SDN 1 SKPE Panjaitan. “Jika tidak kami akan melakukan langkah hukum,” sebut Najur.

Sebelumnya PGRI telah membuat MoU/Nota Kesepahaman dengan Polri Nomor: 210/Um/PB/XXI/2017 dan B/33/IV/2017, Tentang Perlindungan Hukum Profesi Guru. (Arief).

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER