Banda Aceh (Waspad Aceh) – Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala (FKH USK) Banda Aceh menggelar Focus Group Discussion (FGD) membahas program pemberdayaan peternak dan vaksinasi ternak guna mencegah risiko penularan penyakit zoonosis dan mendukung konservasi satwa liar di Lanscape Leuser.
Acara FGD, yang melibatkan berbagai pihak termasuk instansi pemerintah, NGO, dan akademisi, berlangsung di Hotel The Pade Banda Aceh, Senin (24/7/2023).
Hadir menjadi narasumber Kepala BKSDA Aceh Gunawan Alza, Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Veteriner Dinas Peternakan Aceh, Ruhaty, Dekan FKH USK Drh Teuku Reza Ferasyi, Kabid PKSDA DLHK Aceh M. Daud dan Program Manager WCS untuk Aceh dan Sumatra Utara, Ina Nisrina.
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Drh. Teuku Reza Ferasyi, mengatakan tujuan kegiatan ini untuk menyamakan persepsi mengenai pelaksanaan pemberdayaan peternak dan program vaksinasi.
Keduanya bertujuan untuk mencegah transmisi penyakit yang mungkin terjadi dari interaksi antara manusia, hewan ternak, dan satwa liar di Lanscape Leuser.
“Perubahan tutupan dan fungsi hutan, terutama di kawasan pinggiran hutan, menyebabkan risiko limpasan patogen lebih besar antara satwa liar, hewan ternak hingga ke manusia,” jelasnya.
Program akan difokuskan pada empat wilayah, yaitu Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Subulussalam, dan Aceh Singkil. Program ini merupakan kerjasama antara FKH USK dengan Wildlife Conservation Society (WCS) dan Forum Konservasi Leuser (FKL) yang merupakan mitra Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL).
“Dari kegiatan ini kami berharap mendapatkan informasi terkini tentang pola kehidupan masyarakat peternak di empat wilayah tersebut, terutama yang berbatasan langsung dengan wilayah hutan lindung atau Lanscape Leuser,” ungkap Drh. Teuku Reza.
Upaya diperlukan untuk membantu masyarakat di pinggiran hutan memahami manajemen kesehatan ternak dan pengendalian penyakit, juga melindungi satwa liar.
Lebih lanjut, Drh. Teuku Reza menyampaikan rencana pelaksanaan vaksinasi untuk ternak pada tahun 2024. Tahun ini, fokusnya adalah merancang desain kegiatan dan memilih lokasi program. Setelah itu, 200 peternak akan mendapatkan pendampingan dan pelatihan, dan sebanyak 2000 hewan ternak akan divaksinasi.
Walau belum ada laporan kasus penyebaran penyakit dari satwa liar ke ternak warga, FKH USK sebagai lembaga akademis telah melakukan penelitian untuk mengidentifikasi potensi risiko penularan penyakit dari satwa liar ke ternak.
“Kegiatan ini diharapkan dapat mencegah risiko penularan penyakit zoonosis dan meningkatkan taraf hidup masyarakat yang tinggal di pinggir ekosistem Leuser,” jelasnya.
Program Manager WCS untuk Aceh dan Sumatra Utara, Ina Nisrina, menjelaskan bahwa pemilihan empat wilayah tersebut didasarkan pada analisis data yang dikumpulkan terkait kondisi interaksi negatif antara manusia dan harimau sejak tahun 2012 hingga 2022.
“Data tersebut menjadi acuan untuk melihat tren dan sebaran konflik di berbagai wilayah. Kawasan ini juga menjadi kawasan penting untuk keberlanjutan konservasi Taman Nasional Gunung Leuser dan kawasan penyangga,” ujar Ina.
Selain vaksinasi, program ini juga akan memberikan pendampingan kepada masyarakat peternak dan memberdayakan mereka dalam membangun upaya mitigasi interaksi negatif dengan harimau.
“Program memprioritaskan wilayah-wilayah berisiko tinggi di mana ternak dapat dimangsa oleh harimau, kita juga mengenalkan pendekatan mitigasi lain misalnya melalui adopsi kandang anti serangan harimau,” tambahnya.
Ina menekankan bahwa prioritas dari program ini adalah konservasi harimau Sumatera, dengan pendekatan terintegrasi ini juga melihat potensi konflik satwa lainnya.
Program ini adalah bagian dari kerjasama antara WCS dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser.
Ina berharap Fakultas Kedokteran Hewan USK sebagai frontliner dapat mendukung praktek peternakan yang baik ke depan dalam mendukung konservasi satwa liar di Aceh.
“Besar harapan WCS agar semua pihak terlibat aktif dalam upaya menjaga keberlangsungan harimau Sumatera tetap aman di habitatnya dan masyarakat bisa turut sejahtera,” tuturnya. (*)