Senin, Maret 31, 2025
spot_img
BerandaLaporan KhususFaktor Ekonomi Dominasi Pemicu KDRT

Faktor Ekonomi Dominasi Pemicu KDRT

“Saya ingin anak-anak saya tumbuh tanpa rasa takut. Hidup kami mungkin tidak akan mudah, tapi setidaknya kami bebas dari kekerasan”

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih menjadi bayang-bayang gelap bagi banyak perempuan di Aceh.

Salah satunya MD (32). Ibu dua anak ini akhirnya memutuskan bercerai dari suaminya setelah bertahun-tahun menahan sakit fisik dan mental akibat kekerasan dalam rumah tangga. Bukan hanya pukulan yang kerap diterimanya, tapi juga beban finansial yang harus ia tanggung sendirian.

“Selama ini, semua kebutuhan anak-anak bergantung pada saya, Saya yang mencari nafkah, mengurus anak, dan bahkan mengurus kebutuhan suami, padahal dia sama sekali tidak pernah memberi nafkah, baik materi maupun batin,” keluhnya.

MD mengaku sudah lama memendam ceritanya, tidak berani berbicara kepada mertua, orang tua, atau tetangga. ia takut dianggap membawa aib bagi keluarga, namun semakin hari kekerasan yang dialaminya semakin parah.

“Kadang hanya karena hal sepele seperti makan siang yang belum siap, dia bisa marah besar,” ungkap MD. Bahkan, di depan anak-anak, suaminya pernah melempar piring hingga pecah sebagai pelampiasan amarah.

“Setiap barang yang ada di rumah digadaikan, katanya untuk dapat uang, tapi entah untuk apa. Padahal, dia sama sekali tidak memberi nafkah untuk keluarga,” ungkap MD dengan getir.

Selama bertahun-tahun, MD berjuang seorang diri. Ia terpaksa bekerja keras demi anak-anaknya, bahkan rela menutupi perlakuan suaminya.

ILUSTRASI. (Foto/Ist)

Namun, setelah semua pengorbanannya, MD pun menyadari bahwa ia pun butuh keberanian untuk keluar dari lingkaran kekerasan ini. Ketika beban sudah tak tertahankan lagi, ia akhirnya mengambil keputusan besar, menggugat cerai suaminya.

Langkah itu tidak mudah bagi MD. Keputusannya untuk bercerai bukan hanya untuk MD sendiri, tetapi juga untuk masa depan anak-anaknya. Kini, meski harus memulai hidup baru dari awal, MD merasa lebih lega. Ia tak lagi hidup dalam bayang-bayang ketakutan.

“Saya ingin anak-anak saya tumbuh tanpa rasa takut. Hidup kami mungkin tidak akan mudah, tapi setidaknya kami bebas dari kekerasan,” ujar MD.

Faktor Ekonomi sebagai Pemicu Utama

Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPP) Aceh, kasus KDRT menjadi yang tertinggi di antara berbagai jenis kekerasan terhadap perempuan.

Sepanjang tahun 2022, terdapat 303 kasus KDRT yang dilaporkan di Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Aceh. Angka ini meningkat pada tahun 2023 dengan total 330 kasus yang tercatat.

Kepala DPPPAceh Aceh, Meutia Juliana menyebut bahwa faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab terbesar terjadinya KDRT. Ketidakstabilan ekonomi, tingginya kebutuhan hidup dibandingkan pendapatan, serta ketidaksamaan penghasilan antara suami dan istri menjadi pemicu dominan konflik dalam rumah tangga.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh, Meutia Juliana. (Foto/Cut Nauval D)

“Faktor Ekonomi, hingga kini masih menjadi faktor terbesar ‘penyumbang’ kasus KDRT di Aceh” ujarnya.

Walau demikian menurut Meutia, ada beberapa pemicu lainnya, salah satunya perselingkuhan, namun faktor ekonomi masih mendominasi penyebab cekcok dalam rumah tangga.

Selain masalah ekonomi, budaya patriarki yang masih kuat juga turut mempengaruhi. Banyak perempuan yang belum mandiri secara ekonomi, sehingga tetap bergantung pada suami meskipun dalam situasi yang penuh kekerasan.

“Dalam kondisi seperti ini, perempuan menjadi lebih rentan menjadi korban kekerasan,” kata Meutia

Ia menambahkan, penting bagi perempuan untuk mendapatkan akses pendidikan dan pelatihan ekonomi agar memiliki kemandirian dan keberdayaan.

Menurutnya, selain komunikasi, masing-masing pasangan juga perlu memiliki kemampuan untuk mengelola keuangan keluarga. Meskipun istri berpenghasilan lebih besar, tanggung jawab finansial tetap harus didiskusikan dan disepakati bersama.

Upaya pencegahan KDRT memerlukan pendekatan komprehensif. Selain keterbukaan ekonomi, setiap individu juga disarankan memperkuat nilai-nilai agama dan komunikasi sehat dalam keluarga.

Dengan begitu, diharapkan para perempuan di Aceh, seperti MD dan perempuan lainnta dapat hidup lebih aman dan merdeka dari ancaman kekerasan rumah tangga. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER