Rabu, November 19, 2025
spot_img
BerandaAcehEkspedisi Sungai Singkil 2025: Menggali Pusara Kuta Baharu yang Terlupakan

Ekspedisi Sungai Singkil 2025: Menggali Pusara Kuta Baharu yang Terlupakan

Lentong Lama, kini hanya menjadi hamparan sawit yang menutupi luka sejarah.

Di antara riak Sungai Singkil yang membelah tanah Aceh, tersembunyi sebuah kisah pilu tentang kampung yang hilang dan kerajaan yang terlupakan.

Ekspedisi Sungai Singkil 2025 menjadi saksi bisu, menyingkap tabir sejarah yang terkubur di balik rimbunnya pepohonan dan perkebunan sawit yang meranggas.

Janariah, dengan usia senja yang mulai merayap, menjadi pemandu setia dalam perjalanan menyusuri jejak masa lalu. Tangannya cekatan membabat semak belukar, membuka jalan setapak menuju kenangan yang bersemi di hatinya.

Di seberang Sungai Lentong, di antara puing-puing yang berserakan, terhamparlah Lentong Lama, kampung halamannya yang telah lama ditinggalkan.

“Di sinilah dulu rumah kami berdiri, tempat tawa anak-anak menggema,” ucapnya lirih, seraya membersihkan rumput liar yang menutupi jejak peradaban.

Lentong Lama, kini hanya menjadi hamparan sawit yang menutupi luka sejarah. Namun, di antara reruntuhan itu, masih berdiri kokoh nisan-nisan tua, saksi bisu bisikan leluhur.

Dengan perahu kecil, tim ekspedisi menyeberangi sungai, menuju kompleks makam yang diduga milik Kerajaan Kuta Baharu. Janariah dengan setia menunjuk nisan-nisan yang berjejer di antara pohon sawit.

Janariah menunjuk bekas bangunan di Desa Lentong Lama, kawasan yang direlokasi pasca gempa Nias 2005. Bangunan itu dulunya rumah kepala desa sebelum warga dipindahkan. (Foto/Cut Nauval D)

“Yang besar itu nisan Imam Congkan, dan yang kecil ini Siti Bogah,” tuturnya, mengenang nama-nama yang telah lama bersemayam di tanah ini.

Gempa Nias 2005 telah merenggut segalanya. Topografi daratan berubah, tanah merekah, dan bangunan runtuh. Warga terpaksa direlokasi, meninggalkan kampung halaman yang telah menjadi saksi sejarah berabad-abad lamanya. Namun, kenangan tentang Lentong Lama tak pernah pudar dari ingatan mereka.

Janariah menyimpan dengan apik peninggalan Kerajaan Kuta Baharu, seperti cap bertuliskan Arab, koin mata uang, guci, dan aksesoris kerajaan. Ia berharap, suatu saat nanti, kompleks makam ini dapat dirawat dan dijadikan kawasan sejarah yang berharga.

Jovial Pally Taran, seorang akademisi dan peneliti sejarah dari STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh, turut membersihkan lumut yang menutupi ukiran dan kaligrafi tauhid pada nisan-nisan kuno.

“Nisan-nisan ini berasal dari abad ke-17 hingga ke-18 dan identik dengan karakteristik Kesultanan Aceh,” jelasnya, menguak misteri yang tersembunyi di balik batu nisan.

Titik masuk saat tim menyeberang Sungai Lentong, hendak tiba di kompleks makam yang diduga peninggalan Kerajaan Kuta Baharu. Desa Lentong Lama kini sunyi, tak lagi menjadi permukiman setelah relokasi warga. (Foto/Cut Nauval D)

Cut Zahrina dari BPK Wilayah 1 berjanji akan menurunkan tim untuk melakukan studi lebih mendalam terhadap situs ini, menilai potensi penetapannya sebagai cagar budaya.

“Jejak peradaban tersebar di sini, dari batu nisan hingga makam tokoh ulama,” ujarnya, berharap situs ini dapat memberikan nilai edukasi dan ekonomi bagi masyarakat.

Hendri, Kepala Kampung Lentong, berharap desanya diakui sebagai cagar budaya Kabupaten Aceh Singkil. “Dengan dukungan semua pihak, warisan budaya ini akan terpelihara dan menjadi sumber pembelajaran bagi generasi mendatang,” harapnya.

Lentong Lama bukan sekadar kampung yang ditinggalkan. Ia adalah penanda budaya, saksi bisu kerajaan lokal, jalur rempah, dan ingatan yang menunggu untuk dikulik lebih jauh. Di antara reruntuhan dan nisan-nisan tua, tersembunyi sebuah kisah tentang kejayaan dan kehancuran, tentang cinta dan kehilangan.

“Ini bukan hanya tanah kosong, Ini rumah kami, warisan kami, yang harus tetap dikenang,” pungkas Janariah, dengan mata berkaca-kaca. Sungai Singkil terus mengalir, membawa serta bisikan sejarah yang tak boleh dilupakan. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER