Minggu, November 16, 2025
spot_img
BerandaAcehEkspedisi Sungai Singkil 2025: Anak Muda Menjemput Jejak Tradisi yang Meredup

Ekspedisi Sungai Singkil 2025: Anak Muda Menjemput Jejak Tradisi yang Meredup

Singkil telah tercatat dalam dokumen dunia sejak abad ke-16 dan sudah muncul dalam tulisan Tome Pires tahun 1512 dan peta Plancius 1592

Dalam alunan mesin kapal yang berpadu dengan denting canang kayu, bendera Aceh Singkil menari di buritan. Mengantar Ekspedisi Sungai Singkil 2025 dari Teluk Rumbia.

Dari sanalah, sebuah perjalanan epik menyusuri “jalan raya” peradaban pesisir barat Sumatra dimulai. Merajut kembali benang-benang sejarah yang terlupakan.

Di atas kapal, lebih dari 60 jiwa muda—akademisi, peneliti, jurnalis, dan pegiat budaya—bersatu dalam hasrat untuk menyelami nadi peradaban Singkil. Di antara mereka, Suhardin Djalal, nahkoda komunitas Singkel Muda Chinquelle, terhanyut dalam keharuan. Matanya menerawang menyusuri aliran sungai yang beriak pelan.

Kenangan tentang rumah terapung (lampung) yang dulu menghiasi tepian sungai, tentang perahu sebagai satu-satunya penghubung kehidupan, dan tentang kampung-kampung yang kini tinggal nama, menyeruak dalam benaknya.

“Kami lahir di tepi sungai, namun ironisnya, belum pernah benar-benar menelusurinya,” lirih Suhardin.

“Orang tua kami selalu bercerita tentang sungai ini. Kami sadar, mungkin kami adalah generasi terakhir yang masih menyimpan kisah-kisah itu. Kami ingin melihat dengan mata kepala sendiri, apa yang tersisa dari warisan leluhur.”

Dari obrolan di warung kopi, ide itu bertransformasi menjadi Ekspedisi Sungai Singkil 2025. Sebuah gerakan swadaya yang kemudian mendapat dukungan penuh dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah I Aceh.

Tim Ekspedisi Sungai Singkil foto bersama saat mengunjungi cagar budaya Makam Kerajaan Kuta Baharu, di Desa Lentong, Aceh Singkil (Foto/ist).

Perahu membelah air kecokelatan, menyibak tabir lanskap kontemporer yang didominasi kebun sawit dan semak belukar. Namun, di balik wajah baru itu, tersembunyi sejarah panjang yang terukir dalam dokumen dunia sejak abad ke-16. Nama Singkil telah hadir dalam tulisan Tome Pires (1512) dan peta Plancius (1592).

“Sungai ini dulunya adalah ‘jalan raya’ perdagangan,” ungkap Amrul Badri, seorang pegiat budaya Singkil.

“Dari pedalaman, komoditas berharga seperti kapur barus, getah damar, dan rempah-rempah tropis diangkut melalui anak-anak sungai Lae Cinendang dan Lae Soraya. Jalur inilah yang memasok kebutuhan perdagangan global sejak abad ke-15.”

Sungai Singkil, urat nadi yang menghubungkan kerajaan-kerajaan, mengantar dagangan, dan merajut hubungan antara pedalaman Pakpak Bharat, Aceh Tenggara, Barus, dan pesisir barat Sumatra. Kini, kejayaannya hanya tinggal serpihan ingatan.

Ekspedisi ini menghadirkan kejutan demi kejutan bagi para peserta muda. Mereka menemukan makam-makam tua, nisan-nisan kuno, dan bahkan makam yang diduga merupakan situs kerajaan (Makam Kerajaan Kuta Baharu) di Desa Lentong. Banyak di antaranya tersembunyi di balik semak belukar, sebagian nyaris tenggelam oleh perubahan fungsi lahan.

“Kami bisa membuktikan, ada banyak bekas permukiman lama yang diceritakan oleh orang tua kami,” kata Suhardin dengan nada haru.

Beberapa kampung masih setia berdiri di tepian sungai—Teluk Rumbia, Rantau Gedang, Lentong. Namun, sebagian besar telah berpindah ke daratan akibat relokasi.

Atraksi Gegunungan dan Kakajangan di Teluk Rumbia menampilkan tradisi kerajaan lama, menjadi pembuka Ekspedisi Sungai Singkil 2025 (Foto/Cut Nauval D).

Di atas kapal, seni tradisi Singkil menggema melalui denting canang kayu yang dimainkan oleh kelompok Destanada Dua, menyatu dengan suara sungai. Ekspedisi ini adalah perpaduan harmonis antara pengetahuan, riset, dan ekspresi seni, sebuah kombinasi langka dalam upaya pelestarian budaya.

Bagi komunitas Chinquelle, Ekspedisi Sungai Singkil 2025 bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan awal dari babak baru. “Kami akan mendokumentasikan temuan, mengedukasi generasi muda, dan menyiapkan kegiatan lanjutan,” janji Suhardin.

Ia berharap, dokumentasi ini akan menjadi dasar edukasi dan bahan rekomendasi bagi pemerintah daerah. Ia menekankan pentingnya perhatian pemerintah terhadap nilai sejarah dan budaya yang semakin terdesak oleh pembangunan.

“Kebijakan pembangunan harus responsif terhadap nilai budaya yang perlu dilestarikan, difugar, dan dirawat,” tegasnya.

Ekspedisi Sungai Singkil 2025 adalah upaya untuk menjemput kembali identitas lama, mengingatkan bahwa Singkil pernah berjaya dalam jaringan rempah dunia. Lebih jauh lagi, ekspedisi ini adalah bukti nyata bahwa ketika anak muda bergerak, sejarah tidak hanya dikenang, tetapi juga diteruskan.

Cut Zahrina, Kasubag Umum BPK Wilayah I Aceh, menyebut ekspedisi ini sebagai momentum penting bagi pemajuan kebudayaan di Singkil. “Melihat antusiasme anak-anak muda yang menginisiasi gerakan ini, kami merasa inilah energi baru bagi pemajuan kebudayaan,” ujarnya.

Selama empat hari menyusuri darat–sungai–laut, BPK menemukan potensi budaya, sejarah, dan wisata yang sangat besar. Sungai Singkil dinilai memiliki peluang besar untuk menjadi jalur ekoeduwisata dan wisata kebudayaan yang autentik. Wisata edukasi dapat diarahkan pada sejarah Hamzah Fansuri, Teluk Rumbia, Lentong, serta musik canang kayu dan kerajinan lokal.

Ia juga mengungkapkan temuan makam, nisan, dan situs kerajaan tua yang berstatus objek diduga cagar budaya. “Ke depan, kami akan menurunkan tim untuk studi lanjutan agar beberapa situs bisa dinaikkan statusnya menjadi cagar budaya, tentu sesuai UU Cagar Budaya No. 11/2010,” jelasnya.

Cut Zahrina menekankan pentingnya pelestarian bahan baku seni tradisi yang mulai langka, termasuk kayu untuk canang kayu maupun anyaman. “Hilirisasi adalah kunci membuat budaya tidak hanya lestari, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat,” katanya.

Ia mencontohkan anyaman pandan Teluk Rumbia yang kini sudah berproses dari bahan menjadi produk, membuka lapangan kerja, dan dipasarkan ke luar daerah, membuktikan bahwa kebudayaan sangat dekat dengan kehidupan masyarakat.

Ekspedisi berakhir di Oboh, Subulussalam. Senja memantulkan warna oranye di permukaan sungai saat perahu bergerak perlahan menuju dermaga terakhir. Di hari penutup, rombongan berziarah ke makam Hamzah Fansuri, tokoh sufistik besar yang jejaknya turut membentang di sepanjang sejarah Singkil.

Ekspedisi Sungai Singkil 2025 bukan sekadar perjalanan menyusuri sungai. Ini adalah upaya anak muda untuk menjemput kembali jejak tradisi sebelum arus perubahan menenggelamkannya. Dan mungkin, dari sinilah sejarah Singkil menuliskan babak barunya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER