Banda Aceh (Waspada Aceh) — Duek Pakat Inong Aceh (DPIA) VI, yang akan berlangsung dari 29 – 31 Oktober 2024, menjadi momentum penting bagi perempuan Aceh untuk memperkuat suara dan peran mereka dalam kepemimpinan baru di Aceh dan Indonesia.
Dengan tema “Mendorong Peningkatan Agensi dan Partisipasi Bermakna Perempuan Aceh dalam Kepemimpinan Baru Aceh dan Indonesia,” forum ini diharapkan mampu menjawab tantangan yang dihadapi oleh perempuan di daerah ini.
Balai Syura Ureueng Inong Aceh (BSUIA) mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan DPIA, yang merupakan forum tertinggi anggota Balai Syura dari seluruh wilayah di Aceh.
Ketua Panitia DPIA, Amrina Habibi, mengatakan bahwa acara ini bertujuan untuk mengkonsolidasikan pandangan dan aspirasi perempuan terkait pembangunan di Aceh dalam lima tahun ke depan.
“Kami ingin memastikan bahwa suara perempuan didengar dan diintegrasikan dalam kebijakan pembangunan, kami juga ingin memastikan pembangunan di Aceh responsif gender dan inklusif, serta memperkuat kebijakan Balai Syura sebagai rumah besar gerakan perempuan,” ungkapnya.
Rangkaian kegiatan akan berlangsung di Asrama Haji, Banda Aceh, dan mencakup seminar umum dan lokakarya tematik. Seminar akan mengangkat tema “Peluang dan Tantangan Perempuan Aceh dalam Kepemimpinan Baru”. Sedangkan lokakarya akan membahas lima isu kunci, termasuk kepemimpinan perempuan, pencegahan kekerasan, dan penguatan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan.
Meskipun Pemerintah Aceh telah menunjukkan komitmen dalam pemenuhan hak-hak perempuan melalui berbagai regulasi, tantangan tetap ada.
Angka kekerasan terhadap perempuan masih tinggi, dan partisipasi perempuan dalam pembangunan masih perlu ditingkatkan.
“Kita perlu bekerja sama untuk mengatasi kendala-kendala ini dan memastikan hak-hak perempuan terpenuhi,” tambahnya.
Dalam sambutannya, Pj Gubernur Aceh Safrizal ZA juga mengataka , DPIA VI adalah kesempatan emas bagi perempuan Aceh untuk bersuara, apalagi menjelang pemilihan kepala daerah pada 27 November 2024.
“Ini adalah saat yang tepat untuk merefleksikan tantangan yang telah dihadapi dan merumuskan langkah-langkah konkret untuk masa depan,”tuturnya.
Perempuan harus melek politik dan dapat memberikan masukan yang benar serta berdampak positif. Selama ini, suara perempuan sering kali dipandang sebelah mata dan dianggap sepele, terutama perempuan Aceh. Padahal, isu-isu perempuan ini penting dan harus diperhatikan dalam visi dan misi calon gubernur Aceh,” ujar Safrizal.
Safrizal menambahkan bahwa memasukkan isu perempuan dalam visi misi calon pemimpin bukan hanya bentuk komitmen, tetapi juga wujud keterikatan dengan perjuangan dan aspirasi perempuan Aceh.
Acara tersebut dihadiri perwakilan instansi pemerintah, anggota legislatif perempuan, tokoh perempuan, serta perwakilan dari organisasi masyarakat sipil.
Kegiatan ini diharapkan dapat melahirkan rekomendasi yang bermanfaat bagi pemimpin Aceh yang baru, demi tercapainya pembangunan yang inklusif dan responsif gender. (*)