Banda Aceh (Waspada Aceh) – Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Danil Abdul Wahab, menegaskan bahwa Qanun Kota Banda Aceh Nomor 5 Tahun 2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat.
Qanun ini juga menjadi bentuk dukungan legislatif terhadap implementasi kawasan tanpa rokok melalui dasar hukum yang jelas.
Hal ini disampaikan Danil saat menjadi narasumber dalam workshop capacity building bertema “Masa Depan Kota Sehat: Kolaborasi Pelaku Usaha dalam Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Banda Aceh” di Hotel Kryad Muraya, Selasa (17/12/2024).
Danil mengungkapkan, proses penyusunan qanun ini sempat menghadapi berbagai dinamika, termasuk penolakan dari sejumlah pihak. Namun, DPRK Banda Aceh tetap membuka ruang dialog untuk menampung masukan.
“Qanun ini bukan semata-mata soal hukuman atau sanksi, tetapi lebih kepada upaya menyadarkan masyarakat untuk mengurangi atau berhenti merokok, sehingga tercipta pola hidup sehat,” ujar Danil.
Menurutnya, penerapan KTR bertujuan menciptakan lingkungan yang bersih, menekan angka perokok pemula, dan menyediakan ruang khusus bagi perokok di luar kawasan yang ditetapkan.
Minimalkan Iklan Rokok
Danil juga mengakui bahwa iklan rokok selama ini menjadi salah satu penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, untuk mendukung regulasi ini, Pemko Banda Aceh telah meminimalkan iklan rokok, terutama di kawasan umum terbuka.
“Kita memang kehilangan sebagian PAD dari iklan rokok, tapi yang kita utamakan adalah budaya hidup sehat, pendapatan yang sehat, dan etos kerja yang lebih produktif,” jelas politisi Partai NasDem tersebut.
Ia berharap penerapan KTR secara konsisten dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya dalam menekan risiko penyakit dan kematian akibat rokok. “KTR adalah tanggung jawab bersama, melibatkan individu, masyarakat, hingga pelaku usaha,” katanya.
Pelopor Kota Tanpa Rokok
Sementara itu, Wali Kota Banda Aceh terpilih, Illiza Sa’aduddin Djamal, yang turut menjadi narasumber secara virtual, menjelaskan bahwa inisiasi kebijakan KTR di Banda Aceh sudah dimulai sejak 2012 dan disahkan menjadi qanun pada 2016.
Menurut Illiza, kebijakan ini lahir dari keresahan masyarakat, terutama perempuan, ibu-ibu, dan anak-anak, yang menjadi korban dampak buruk asap rokok. Ia optimistis Qanun KTR akan memperkuat Banda Aceh sebagai pelopor kota kawasan tanpa rokok di Indonesia.
“Dengan adanya KTR, kita membangun kualitas hidup yang lebih baik, sehat, dan bersih. Bahkan, kebijakan ini mendukung Banda Aceh sebagai destinasi wisata yang peduli kesehatan,” ujar Illiza.
Illiza juga mendorong pemerintah menyediakan insentif, seperti pengurangan pajak, bagi pelaku usaha yang mendukung penerapan KTR. “Kolaborasi antar pemangku kepentingan sangat penting agar implementasi KTR dapat berjalan sesuai harapan,” tambahnya.
Kolaborasi untuk Masa Depan
Workshop ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Pemko Banda Aceh melalui Dinas Kesehatan, pakar kesehatan, Aceh Institute, LSM, akademisi, pelaku usaha, dan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait.
Mereka berkomitmen untuk terus mendorong implementasi KTR sebagai bagian dari upaya mewujudkan Banda Aceh sebagai kota yang sehat dan bersih. (*)